"Heiiiii, sobat, tunggu dulu!" beberapa kali Hay Hay berteriak-teriak memanggil bayangan putih yang berlari cepat di depan itu. Tentu saja Hui Lian mendengar teriakan ini, namun dia bahkan mempercepat larinya karena dia ingin menguji sampai di mana kepandaian berlari cepat pemuda bercaping yang aneh itu.
Melihat betapa orang yang sedang dikejarnya itu malah semakin ngebut, Hay Hay segera mengerahkan tenaganya dan dia pun berlari dengan sangat cepatnya. Apa bila dilihat dari gemblengan yang mereka peroleh, sebetulnya dalam hal ginkang Hay Hay masih menang satu tingkat karena pemuda ini sudah mewarisi ilmu-ilmu dari See-thian Lama atau Go-bi San-jin yang memang mengandalkan ginkang, yaitu terutama sekali Ilmu Yan-cu Coan-in (Walet Terbang Menembus Awan) yang membuat tubuhnya sangat ringan dan dia dapat berlari secepat kijang.
Akan tetapi, di samping ilmu-ilmu silat tinggi yang telah dipelajari oleh Hui Lian dari Ciang Su Kiat, juga wanita ini telah mewarisi ilmu peninggalan dari dua orang di antara Delapan Dewa, dan terutama sekali yang membuat tubuhnya ringan adalah akibat makanan aneh berupa jamur-jamur yang dimakannya selama sepuluh tahun di dalam goa terasing. Inilah sebabnya kenapa kekalahannya dalam hal ilmu meringankan tubuh dapat ditebusnya dan kini keadaan mereka berimbang. Jarak di antara keduanya tidak menjadi lebih dekat atau lebih jauh. Melihat kenyataan ini, kembali keduanya terkejut dan kagum.
Karena Hui Lian hanya hendak menguji, dan dia pun ingin berkenalan lebih dekat dengan pemuda bercaping yang menarik itu, akhirnya dia berhenti di lereng sebuah bukit sehingga dalam beberapa detik saja Hay Hay sudah dapat menyusulnya.
"Wah, sobat, larimu seperti kijang saja, cepat bukan main," Hay Hay memuji saat mereka sudah berdiri saling berhadapan.
Hui Lian tak menjawab, melainkan menatap wajah pemuda di depannya itu dengan penuh perhatian. Seorang pemuda yang tampan, dengan wajah yang cerah gembira. Dadanya bidang, tubuhnya yang berukuran sedang itu tegap dan jelas membayangkan tenaga kuat yang dikandungnya. Matanya selalu bersinar-sinar dan bibirnya tersenyum-senyum penuh daya tarik. Hidungnya yang mancung itu seperti orang yang selalu mengejek.
Pakaiannya sederhana saja, berwarna biru muda dengan garis-garis kuning pada tepinya. Punggungnya membawa buntalan pakaian dan sebuah caping lebar sekarang tergantung di atas buntalan itu, seperti perisai melindungi tubuh belakangnya. Seorang pemuda yang masih muda sekali, baru kurang lebih dua puluh tahun saja! Hui Lian yang usianya sudah sekitar tiga puluh tahun itu menganggap Hay Hay masih remaja!
Karena merasa dirinya sedang diamati orang, Hay Hay pun mempergunakan kesempatan itu untuk balas mengamatinya. Seorang pemuda yang tubuhnya agak kecil dan ramping, pakaiannya serba putih, wajahnya tampan sekali, kulit mukanya begitu halus kemerahan, sepasang matanya yang jeli itu seperti sepasang bintang yang selalu memancarkan sinar. Akan tetapi dari mata yang jeli itu, hidung kecil mungil yang agak berjungkit ke atas, mulut dengan bibir yang kemerahan dan bentuknya indah, serta dagu yang meruncing itu, jelas terbayang kekerasan hati!
Sesudah beberapa lamanya mereka saling pandang dan saling mengamati, Hui Lian lalu bertanya, "Ada keperluan apakah engkau mengejar aku?"
Hay Hay memperlebar senyumnya. Dia sudah beberapa kali berhadapan dengan pemuda ini, yang dia taksir usianya hanya beberapa tahun lebih tua darinya, namun sikap pemuda berpakaian putih ini selalu keras dan tidak bersahabat! Akan tetapi dia telah melihat sepak terjang orang ini, dan biar pun sikapnya keras dan galak, namun sesungguhnya orang ini memiliki watak yang gagah, seorang pendekar sejati.
Bukankah dia telah membela penggembala domba dan dengan gagah berani menghadapi pengeroyokan dua pasang suami isteri iblis itu? Kemudian, dia bahkan mewakili seorang pemuda Miao untuk memenangkan sayembara dan menjodohkan sepasang orang muda yang saling mencinta itu, dan betapa gagahnya ketika dia menyambut serbuan golongan jahat itu untuk membela orang-orang Miao!
"Aku ingin mengenalmu lebih dekat, Toako (Kakak)," kata Hay Hay dan ketika melihat betapa alis yang hitam itu mengerut, dia cepat melanjutkan, "bukankah sebenarnya sudah lama kita saling berkenalan? Kita bekerja sama menolong anak penggembala, malah kita sudah sama-sama menjadi rekan peserta sayembara, dan sama-sama pula menghadapi gerombolan tadi. Nah, salahkah kalau aku ingin mengenalmu lebih dekat?"
Sebenarnya, di dalam hati kecilnya Hui Lian juga ingin sekali berkenalan dengan pemuda bercaping yang lihai ini, akan tetapi wataknya yang angkuh, terlebih lagi sebagai seorang wanita, tentu saja dia merasa malu untuk menyatakan perasaan hatinya ini. Maka, untuk menyembunyikan perasaannya dia lalu menjawab ketus,
"Aku tidak punya waktu untuk berkenalan dan banyak bicara, karena aku harus mengejar orang-orang tadi!"
Hay Hay melebarkan matanya. "Ahh, kebetulan sekali! Aku pun memiliki niat yang sama. Aku merasa curiga dengan munculnya orang-orang seperti mereka itu, tokoh-tokoh sesat yang kenamaan!"
"Kau mengenal mereka ?"
Hay Hay mengangguk. Maklum bahwa hal itu akan menarik perhatian pemuda galak dan angkuh ini, maka dia pun bersikap penuh rahasia dan hanya mengangguk. Benar saja, Hui Lian merasa penasaran, apa lagi teringat betapa tadi hampir saja dia celaka oleh ilmu sihir kakek kurus itu.
"Siapakah mereka?"
"Bukankah akan makan waktu lama untuk bercakap-cakap?" Hay Hay mengingatkan, lalu cepat disambungnya sesudah teringat akan watak galak orang itu. "Bagaimana kalau kita sekarang melanjutkan pengejaran dan nanti saja bercakap-cakap kalau kita telah berhasil menyusul mereka?"
Hui Lian mengangguk dan tanpa bicara lagi keduanya kemudian melanjutkan lari mereka mendaki bukit karena gerombolan tadi pun melarikan diri naik ke bukit itu. Mereka berlari dengan Hui Lian di depan, Hay Hay di belakangnya, dekat di belakangnya. Dan kembali Hay Hay mencium keharuman yang aneh itu.
Dia masih mengira bahwa pemuda pakaian putih di depannya ini berwatak pesolek dan suka memakai wangi-wangian, sama sekali tidak pernah menduga bahwa bau harum itu tercium karena Hui Lian mulai berkeringat dan memang keringat Hui Lian mengeluarkan bau harum sebagai akibat dari makanan jamur selama sepuluh tahun!
Karena kedua orang itu mempergunakan ilmu berlari cepat yang bertingkat tinggi, tubuh mereka berkelebatan cepat sehingga tak lama kemudian mereka telah berhasil menyusul gerombolan yang melarikan diri tadi. Sesudah sampai di balik bukit, gerombolan itu tidak berlari lagi, tidak tahu bahwa mereka tadi sudah dikejar dan kini sedang dibayangi oleh dua orang muda yang membuat mereka lari ketakutan itu.
"Apakah kita akan menyerang mereka?" tanya Hay Hay kepada Hui Lian ketika mereka berdua mengintai dari balik pohon-pohon dan melihat gerombolan itu berhenti mengaso sambil mengobati teman-teman yang terluka di bawah pohon besar di kaki bukit sebelah sana.
"Tidak, aku ingin melihat dulu apa yang akan dilakukan gerombolan itu? Mereka memiliki kepandaian tinggi, rasanya tidak mungkin kalau mereka itu adalah gerombolan perampok biasa saja yang hendak merampok perkampungan Miao yang miskin."
Hay Hay mengangguk-angguk. "Agaknya dugaanmu benar, Toako. Aku pun yakin mereka itu bukan perampok-perampok biasa, apa lagi kalau melihat dua pasang suami isteri iblis dan wanita cabul bersama gurunya itu."
Sekarang tiba waktunya untuk bercakap-cakap sambil membayangi gerombolan itu, pikir Hui Lian. "Kau tadi mengatakan bahwa kau mengenal mereka? Siapakah mereka itu?"
Hay Hay memandang Hui Lian sambil tersenyum lalu berkata, "Toako yang baik, sebelum engkau mengenal mereka, bukankah lebih baik kalau mengenal aku lebih dulu? Kita telah bekerja sama akan tetapi belum saling mengenal." Dengan gaya yang lucu dan gembira Hay Hay bangkit dan memberi hormat dengan bersoja kepada Hui Lian. "Toako, namaku Hay dan kalau boleh aku mengetahui namamu..."
Hui Lian segera membalas penghormatannya dan menjawab, "Namaku Hui Lian, Kok Hui Lian. Siapa nama lengkapmu, apa nama keturunanmu?"
"Namaku hanya Hay saja dan orang memanggil aku Hay Hay. Tentang nama keturunan... aku tidak punya. Engkau memiliki nama yang indah sekali. Kok-toako (Kakak Kok), nama yang membayangkan kelembutan, cocok dengan keadaan dirimu yang amat tampan ini."
Hui Lian menatap wajah Hay Hay, secara diam-diam memperhatikan kalau-kalau pemuda ini sudah dapat menduga bahwa dia seorang wanita. Akan tetapi karena dia tidak melihat tanda-tanda itu, dia pun merasa lega dan tersenyum pula. Senyum yang pertama kali dan kembali Hay Hay memandang kagum. Tampan bukan main orang ini apa bila tersenyum. Sayang jarang tersenyum, sebaliknya wajahnya lebih sering membayangkan kedinginan dan kekerasan hati.
"Berapa usiamu?" tanya Hui Lian.
"Dua puluh satu tahun. Engkau tentu lebih tua satu dua tahun dari pada aku, Toako."
Hui Lian hanya mengangguk-angguk, secara diam-diam merasa girang bahwa dia terlihat jauh lebih muda dari pada usia sebenarnya. Usianya sudah tiga puluh tahun dan Hay Hay ini mengira bahwa dia baru berusia dua puluh dua atau dua puluh tiga tahun! Hati wanita mana yang tidak akan girang kalau dianggap lebih muda dari pada usia sebenarnya?
"Sekarang ceritakan siapa mereka itu," katanya mengalihkan percakapan karena dia tidak ingin mereka bicara tentang dirinya.
"Lihat baik-baik, kakek tinggi besar itu bernama Siangkoan Leng, dan nenek yang masih nampak cantik di sebelahnya itu bernama Ma Kim Li. Keduanya merupakan suami isteri yang amat terkenal dengan julukan Lam-hai Siang-mo (Sepasang Iblis Laut Selatan). Dan suami isteri ke dua itu juga amat terkenal dan tidak kalah jahatnya. Kakek pakaian hitam tinggi kurus yang wajahnya tampan dingin seperti memakai kedok itu adalah Si Tangan Maut Kwee Siong. Nenek berpakaian hitam yang cantik akan tetapi mukanya pucat bagai mayat itu adalah Si Jarum Sakti Tong Ci Ki. Mereka berdua dikenal sebagai suami isteri Goa Iblis Pantai Selatan dan sama jahatnya dengan Lam-hai Siang-mo. Di daerah selatan nama mereka berempat sudah terkenal sekali."
"Aku pernah mendengar nama mereka," kata Hui Lian. "Dan siapakah wanita cantik yang mempergunakan siang-kiam (pedang pasangan) itu? Siapa pula kakek kurus pucat yang lihai itu?"
Hay Hay memandang ke arah Ji Sun Bi dan teringatlah dia akan semua pengalamannya dengan wanita itu. Wajahnya berubah merah karena malu ketika dia terkenang betapa dia pernah menerima pelajaran bagaimana caranya orang bercumbu dari wanita yang sangat berpengalaman itu. Harus diakuinya bahwa dia pernah dibakar nafsu yang dibangkitkan oleh wanita itu namun masih untung bahwa batinnya cukup kuat untuk mengatasi gelora nafsu birahinya sendiri.
"Wanita itu amat berbahaya dan lihai, namanya Ji Sun Bi dan kalau tak salah julukannya adalah Tok-sim Mo-li. Kakek kurus pucat itu bahkan lebih lihai dan berbahaya lagi karena selain ilmu silatnya tinggi, ia pun seorang ahli sihir dan nama julukannya Min-san Mo-ko."
Hui Lian memandang wajah Hay Hay penuh kagum. Pemuda ini memang masih sangat muda, akan tetapi ternyata pengalamannya sudah luas sehingga mengenal banyak tokoh kang-ouw.
"Hay-te (Adik Hay), kiranya engkau telah mengenal banyak tokoh dari kalangan kang-ouw. Engkau begini muda tapi sudah memiliki kepandaian tinggi dan pengalaman luas!"
Hay Hay tersenyum. "Aih, Toako jangan terlalu memuji. Dibandingkan dengan Toako, aku belum apa-apa."
"Jangan merendah, Hay-te. Tadi ketika aku berhadapan dengan Min-san Mo-ko, hampir aku celaka oleh sihirnya." Hui Lian bergidik mengenang peristiwa itu. "Bagaimana engkau dapat menandingi dia yang ahli dalam ilmu sihir itu?"
"Kebetulan sekali aku pernah mempelajari cara untuk menolak pengaruh sihir, Toako. Di dalam hal ilmu silat sudah jelas kalau guru dan murid itu bukan tandinganmu sama sekali. Kulihat ilmu silatmu hebat bukan main, kalau boleh aku mengetahui, siapakah gurumu, Toako? Dari perguruan manakah?"
Hui Lian menghela napas panjang dan teringat akan suheng-nya. "Aku tidak punya guru, aku bersama suheng-ku menemukan kitab-kitab ilmu silat kemudian kami mempelajarinya bersama. Sudahlah, hal itu tidak penting. Akan tetapi engkau sendiri yang masih begini muda, dari mana engkau memperoleh ilmu kepandaian begini tinggi?"
"Wah, guruku banyak sekali, Toako. Jadi kepandaianku semacam cap-jai saja, campuran bermacam-macam aliran. Dasar aku yang tolol, semakin banyak diberi pelajaran, semakin bingung dan bodoh saja." Hay Hay mengelak. "Ahh, mereka sudah bergerak lagi, Toako. Mari kita bayangi mereka."
"Tidak perlu!" tiba-tiba saja Hui Lian berkata ketus. "Aku ingin bercakap-cakap denganmu dulu!"
Hay Hay terkejut. Kenapa mendadak saja orang ini demikian ketus? "Kenapa? Bukankah kita bermaksud hendak membayangi mereka?" kata Hay Hay sambil memandang ke arah gerombolan itu yang mulai meninggalkan tempat di mana mereka tadi beristirahat.
"Nanti dulu, engkau harus menceritakan dulu dari mana engkau memperoleh semua ilmu tadi, ilmu silat tinggi dan juga ilmu penolak kekuatan sihir. Aku harus tahu lebih dulu siapa sebenarnya engkau ini, kawan ataukah lawan."
Hay Hay tersenyum sambil memandang wajah yang tampan itu. "Toako, engkau sungguh aneh. Apa engkau masih juga sangsi terhadap diriku yang telah bekerja sama denganmu menghadapi gerombolan tadi? Kalau aku bukan kawanmu, tentu kita tidak bekerja sama."
"Akan tetapi aku ingin tahu siapa gurumu!" Hui Lian mendesak.
"Kok-toako, sudah kukatakan bahwa guruku banyak sekali sampai aku tak ingat lagi, dan perlu apa mengenal guru-guru kita? Aku pun tidak bertanya siapa gurumu."
Hui Lian mengerutkan alisnya. Pemuda ini bukan orang sembarangan, dan meski pun tadi telah bekerja sama dengannya menghadapi gerombolan tetapi dia belum mengenal benar siapa dia sesungguhnya. Dan sikapnya demikian ramah dan pandai mengambil hati.
Masih ada perasaan curiga bahwa pemuda ini memang seorang laki-laki mata keranjang, mengingat betapa dia tadi mengikuti sayembara memperebutkan seorang dara Miao yang cantik. Selain itu juga timbul rasa penasaran dalam hati Hui Lian untuk menguji sampai di mana kelihaian pemuda ini, karena ketika mereka bertanding dalam sayembara, mereka, terutama pemuda itu, tidak bertanding dengan sesungguhnya.
Hal ini membuat dia merasa penasaran sekali. Bagaimana pun lihainya, pemuda ini baru berusia dua puluh satu tahun, masih tergolong seorang remaja, dan tak mungkin dia tidak mampu mengalahkannya!
"Kalau engkau tidak mau memberi tahu siapa gurumu pun tidak mengapa karena dengan bertanding, aku akan dapat mengenal ilmu silatmu. Marilah kita main-main sebentar untuk menentukan siapa di antara kita yang lebih pandai, melanjutkan pertandingan kita dalam sayembara yang tidak sungguh-sungguh itu."
Melihat Hui Lian kini memasang kuda-kuda menghadapinya, siap untuk menyerang, Hay Hay terkejut. Akan tetapi dia tersenyum dan memandang kepada Hui Lian seperti melihat sesuatu yang lucu. "Wah, Toako, apa-apaan lagi ini? Mengapa engkau menantang aku? Apa lagi yang akan kita perebutkan sekarang?” Dia lalu menoleh ke kanan kiri. "Tidak ada gadis cantik jelita untuk kita perebutkan sekarang!"
Wajah Hui Lian berubah merah dan hatinya terasa panas. "Engkau mata keranjang, yang dipikirkan hanya gadis cantik saja!" bentaknya. "Kali ini kita bertanding untuk menentukan siapa yang lebih unggul. Sambutlah!" Tanpa banyak cakap lagi, begitu Hay Hay bangkit berdiri, Hui Lian sudah menyerangnya dengan gerakan cepat dan mantap.
Hay Hay terkejut. Serangan itu bukan main-main, bahkan berbahaya sekali. Dia pun cepat meloncat ke samping untuk menghindarkan pukulan tangan miring yang mengarah pada sisi lehernya itu. Akan tetapi, begitu pukulannya luput, Hui Lian segera menyusulkan lagi totokan-totokan yang bertubi-tubi ke arah tujuh jalan darah utama di tubuh Hay Hay.
"Ahh... ehhh... wah, apakah engkau sudah gila, Toako?" Hay Hay berseru kaget.
Dia repot mengelak dan menangkis menghadapi serangkaian serangan yang benar-benar amat berbahaya itu. Setiap serangan yang dilakukan lawan itu merupakan ancaman maut dan terhadap serangan seperti itu, dia sama sekali tidak boleh main-main atau lengah.
Akan tetapi, melihat betapa semua serangannya gagal dan pemuda itu memakinya gila, Hui Lian menjadi semakin penasaran dan marah. Sesudah serangkaian totokannya tadi gagal, Hui Lian juga menjadi terkejut dan maklum bahwa Hay Hay memang lihai sekali, maka tanpa ragu-ragu lagi dia pun mulai memainkan Sian-eng Sin-kun yang amat hebat untuk mendesak lawan.
Di lain pihak, melihat gerakan lawan, Hay Hay diam-diam terkejut bukan main. Di dalam pertandingan sayembara tadi, ketika mereka hanya saling totol dengan mouw-pit, dia pun sudah tahu bahwa pemuda berpakaian putih yang tampan ini memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Akan tetapi sekarang barulah dia melihat betapa ilmu silat Kok Hui Lian memang hebat bukan main. Gerakannya begitu ringan dan cepat sehingga tubuhnya berkelebat menjadi sesosok bayangan putih yang menyambar-nyambar, dengan pukulan-pukulan cepat yang sukar diikuti dan diduga ke mana arah selanjutnya.
Oleh karena itu dia pun cepat mengeluarkan kepandaiannya, mengerahkan ginkang yang dipelajarinya dari Ciu-sian Sin-kai dan mempergunakan tenaga sinkang yang dipelajarinya dari Go-bi San-jin atau See-thian Lama!
Dan sekarang Hui Lian yang terkejut bukan main. Kiranya bocah ini mampu mengimbangi kecepatan gerakan tubuhnya, dan setiap kali lengan mereka beradu, dirasakannya betapa tubuhnya tergetar dan lengannya nyeri, tanda bahwa bocah itu memiliki tenaga yang tidak kalah kuat dibanding dirinya!
Memang, kalau dibuat ukuran, baik kecepatan, tenaga mau pun kelihaian ilmu silat kedua orang ini tak banyak selisihnya. Jika saja Hay Hay mau menggunakan kekuatan sihirnya, tentu dia akan dapat mengalahkan Hui Lian. Akan tetapi Hay Hay tidak mau melakukan hal ini.
Dia bisa menduga bahwa lawannya ini merupakan seorang pemuda halus yang berwatak angkuh dan tidak mau dikalahkan. Maka dalam pertandingan itu pun dia hanya berusaha mengimbangi saja, membalas setiap serangan tanpa keinginan untuk merobohkan lawan yang memang tidak mudah dilakukannya.
Setelah lewat dari seratus jurus, barulah Hui Lian merasa yakin benar bahwa pemuda ini memang hebat, kalau tidak lebih lihai darinya, setidaknya juga setingkat. Makin kagumlah dia, dan semakin suka karena baru sekarang dia bertemu dengan seorang pemuda yang demikian menarik.
"Haiiiittttttt...!" Tiba-tiba Hui Lian mengeluarkan suara melengking nyaring ketika tubuhnya melayang ke atas dan menukik dengan kedua tangannya mencengkeram ke arah lawan, ke ubun-ubun dan leher!
Hay Hay terkejut bukan kepalang. Dia segera mengelak, tapi masih kurang cepat karena tangan kiri Hui Lian telah mencengkeram pundaknya. Hay Hay cepat-cepat mengerahkan tenaga sinkang untuk membuat pundaknya kebal, lalu menangkis dengan keras.
"Brettttt...!"
Baju di bagian pundak Hay Hay terobek lebar, akan tetapi tangkisan itu membuat tangan Hay Hay meleset dan menyentuh dada Hui Lian. Hampir saja pemuda ini berteriak saking kagetnya ketika merasa gumpalan daging yang lembut di dada pemuda berpakaian putih itu!
Mata Hay Hay terbelalak memandang dan baru sekarang dia menginsyafi bahwa pemuda berpakaian putih di depannya itu adalah seorang wanita! Pantas saja wajahnya demikian tampan, kulitnya demikian halus! Dan kini keharuman yang luar biasa kembali menyengat hidungnya.
Wanita ini basah oleh keringat, mulai dari dahi sampai ke lehernya penuh keringat, akan tetapi mengapa kini keharuman itu semakin semerbak? Apakah keringatnya yang berbau harum itu? Hay Hay makin terbelalak, menatap wajah Hui Lian dengan penuh takjub.
"Maaf... maafkan aku... tidak sengaja...," katanya gagap teringat betapa tanpa disengaja dia tadi telah menyentuh payudara wanita itu!
Wajah Hui Lian berubah kemerahan. Dia pun tahu bahwa pemuda itu tidak sengaja, akan tetapi bagaimana pun juga kini rahasianya telah terbuka. Pemuda itu telah tahu bahwa dia adalah seorang wanita. Tadinya dia hendak marah sekali dan ingin menyerang lagi sebab pemuda itu berani menyentuh dadanya. Akan tetapi dia pun tahu diri, maklum bahwa jika pemuda itu menghendaki, tentu sentuhan pada dadanya tadi akan dapat berubah menjadi totokan atau pukulan yang mematikan!
Ternyata sejak tadi Hay Hay sudah mengalah pada dirinya. Maka kemarahannya berubah menjadi perasaan malu sehingga sesudah mereka saling pandang sejenak, tanpa banyak cakap lagi Hui Lian cepat membalikkan tubuhnya kemudian meloncat pergi, melarikan diri dengan amat cepatnya.
"Toako...! Ehh... Enci yang baik...!" Hay Hay berteriak, akan tetapi Hui Lian telah lari jauh. Hay Hay tidak berani mengejar, karena takut kalau-kalau gadis itu akan menjadi semakin marah.
Dia pun berdiri termenung, kemudian bibirnya tersenyum-senyum nakal sambil mencium tangan kanannya yang tadi menyentuh dada. Bukan main, pikirnya! Seorang gadis yang cantik jelita, gagah perkasa, menyamar sebagai pria. Dan keringatnya berbau harum!
Dia pun segera melanjutkan perjalanan ke arah perginya gerombolan tadi karena dia telah mengambil keputusan untuk membayangi mereka dan melihat apa yang akan dilakukan oleh gerombolan kaum sesat yang lihai itu…..
********************
Perahu itu sangat besar, paling besar di antara perahu-perahu lain yang berada di tengah Telaga Tung-ting. Memang perahu itu paling besar, karena pembesar setempat sengaja menyediakan perahu itu untuk keperluan Jaksa Kwan yang berlibur dan pelesir di telaga ini bersama keluarganya. Dan semua pejabat setempat tunduk dan takut terhadap Jaksa Kwan, seorang pembesar yang sangat keras dan selalu memegang teguh hukum, tegas dan sama sekali tidak pernah mau disogok.
Memang Kwan-taijin (Pembesar Kwan) terkenal sebagai seorang jaksa yang menentang kejahatan dan bersikap keras sekali terhadap pelanggar hukum, terhadap kaum penjahat sehingga dia dibenci oleh golongan hitam, akan tetapi sebaliknya dia amat dikagumi dan dihormati oleh para pendekar yang menjunjung kebenaran dan keadilan.
Pada masa itu jaranglah terdapat seorang pejabat pemerintah seperti Kwan-taijin. Hampir semua pejabat, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, pada waktu itu menjadi koruptor-koruptor yang tidak segan-segan melakukan segala macam penindasan terhadap rakyat atau pencurian terhadap pemerintah untuk menggendutkan perut sendiri. Oleh karena itu, Jaksa Kwan merupakan seorang yang sukar ditemukan keduanya.
Kejujuran dan keadilannya membuat dia sangat ditakuti oleh para penjahat dan disegani para pendekar, tetapi juga mendatangkan hal lain yang membahayakan, yaitu dia dibenci oleh golongan hitam! Namun, karena Kwan-taijin tidak pernah menyimpan sesuatu pamrih demi keuntungan pribadi atau dendam pribadi, karena dia bertindak tegas keras dan adil demi tegaknya hukum yang dipegangnya, maka dia pun tidak pernah merasa takut atau terancam.
Karena tidak mau mengikuti jejak kawan-kawan dan rekan-rekannya, tak mau berkorupsi, maka tidaklah aneh kalau sebagai seorang pejabat Kwan-taijin hidup sederhana sungguh pun juga tidak kekurangan karena sebagai seorang pejabat tinggi dia menerima gaji yang cukup besar. Namun dibandingkan dengan para pejabat lain yang tingkatnya lebih rendah dari pada Kwan-taijin, yang biasa hidup berkelebihan dan bergelimang kemewahan, maka keluarga Kwan-taijin dapat dibilang hidup secara sederhana.
Sekarang, ketika Jaksa Kwan mendapat cuti, keluarga itu mengadakan pelesir di Telaga Tung-ting yang indah. Apa bila berpelesir di telaga ini, keluarga pembesar lain tentu akan berpesta pora dalam perahu besar, mengundang gadis-gadis penyanyi dan tukang-tukang musiknya, bahkan banyak pula yang membawa gadis-gadis pelacur. Akan tetapi Jaksa Kwan menikmati masa liburnya dengan memancing ikan di telaga, atau minum arak dan membuat sajak memuji keindahan tamasya alam di telaga itu.
Pada sore hari itu Jaksa Kwan duduk seorang diri di kepala perahu, menghadapi guci dan cawan arak, juga kertas dan alat tulis karena dia sedang minum arak dan menulis sajak. Keluarganya yang tidak besar, hanya seorang isteri dengan dua orang anak, mengaso di dalam bilik perahu besar.
Jaksa Kwan tidak bergerak bagai sebuah patung, termenung sambil menikmati keindahan dan kesunyian telaga yang amat luas itu. Dia seorang laki-laki yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, berpakaian longgar sederhana, kumis dan jenggotnya terpelihara baik. Sepasang mata yang lebar itu amat berwibawa, dan di lehernya tergantung sebuah batu giok yang warnanya belang-belang merah dan hijau, indah sekali.
Dia memperoleh batu giok ini sebagai hadiah dari seorang tokoh pendekar yang merasa kagum kepadanya, dan batu giok ini merupakan sebuah pusaka yang amat langka. Kalau dipakai sebagai kalung, dapat menolak datangnya penyakit, juga batu giok itu pun dapat memunahkan segala macam racun yang bagaimana jahat pun. Di samping itu, air yang merendam batu itu semalam suntuk juga dapat merupakan obat kuat yang manjur.
Beberapa buah perahu kecil berseliweran di permukaan telaga, ada pula beberapa buah yang bergerak di dekat perahu besar Kwan-taijin. Akan tetapi pembesar ini agaknya tidak memperhatikan perahu-perahu itu, dan sama sekali tidak tahu bahwa di antara perahu-perahu itu terdapat beberapa buah perahu yang ditumpangi penjahat-penjahat besar yang sejak tadi membayanginya!
Sebuah perahu kecil yang ditumpangi tiga orang yang memegang joran pancing meluncur mendekat dan tiba-tiba dari atas perahu kecil itu melayang sesosok tubuh ke atas perahu besar. Tanpa menimbulkan guncangan, tubuh itu kini hinggap di atas dek perahu besar, di dekat Kwan-taijin yang masih duduk termenung dan sebelum Kwan-taijin sempat bergerak atau berteriak, tiba-tiba saja tubuhnya tertotok lemas dan di lain saat, tubuh pembesar itu telah dipondong oleh kakek kurus itu dan dibawa melompat ke atas perahu kecil di mana dua orang kawannya telah menanti.
Seorang pengawal yang kebetulan melihat peristiwa itu berteriak. Maka gegerlah pasukan pengawal yang hanya terdiri dari selosin orang dan menumpang di atas perahu lain yang berada di belakang perahu besar.
Akan tetapi Min-san Mo-ko yang menawan Kwan-taijin tidak peduli akan pengejaran para pengawal. Dua orang pembantunya sudah mendayung perahu kecil itu dengan cepatnya, meluncur pergi ke tengah telaga! Ketika perahu pengawal melakukan pengejaran, mereka itu dihadang oleh perahu-perahu kecil yang ditumpangi oleh Ji Sun Bi, Lam-hai Siang-mo, suami isteri Goa Iblis Pantai Selatan, dan anak buah mereka.
Terjadilah pertempuran yang berat sebelah karena dua belas orang pengawal itu sama sekali bukan merupakan lawan berat bagi tokoh-tokoh sesat itu sehingga sebentar saja perahu kecil yang membawa Kwan-taijin lenyap tidak ada yang mengejar! Para pengawal itu pun satu demi satu terlempar ke dalam air dan melihat betapa Min-san Mo-ko berhasil melarikan Kwan-taijin, para penjahat itu pun segera melarikan diri dengan perahu-perahu mereka, tidak mau menunggu datangnya pasukan bala bantuan yang tentu akan tiba di tempat itu.
Sementara itu, setelah merasa aman dari pengejaran para pengawal, Min-san Mo-ko dan dua orang anak buahnya mendarat di tepian yang sunyi. Akan tetapi tiba-tiba saja sebuah perahu nelayan kecil meluncur dari samping, kemudian dari dalam perahu itu berkelebat bayangan orang yang meloncat naik pula ke darat, dan tahu-tahu seorang pemuda telah berdiri di depan Min-san Mo-ko. Pemuda ini bukan lain adalah Hay Hay!
Ketika dia melakukan pengejaran dan tiba di tepi telaga, Hay Hay lalu menyamar sebagai seorang nelayan karena dia melihat ada beberapa orang penjahat yang pernah dilihatnya menyerbu perkampungan suku Miao, nampak sedang berkeliaran di sana, ada pula yang menunggang perahu! Dia dapat menduga bahwa gerombolan itu tentu hendak melakukan sesuatu di tempat itu, entah apa dia tidak dapat menduga. Maka, dia pun lalu menyamar sebagai nelayan dan menyewa sebuah perahu, mendayung perahunya berkeliling sampai akhirnya dia mengenal Min-san Mo-ko bersama dua orang anak buahnya dalam sebuah perahu.
Ia tertarik sekali dan terus membayangi, melindungi mukanya dengan caping lebar. Ketika dia melihat Min-san Mo-ko meloncat ke perahu besar dan menculik seorang laki-laki yang tidak dikenalnya, dan melihat betapa pasukan pengawal dihadapi oleh anak buah Min-san Mo-ko, tahulah dia bahwa tentu pria yang diculiknya itu seorang pembesar penting. Dia pun cepat mengikuti dari jauh dengan perahunya dan ketika Min-san Mo-ko membawa Kwan-taijin melompat ke darat, dia pun cepat ikut melompat dan kini berhadapan dengan Min-san Mo-ko sambil menyeringai.
"Eh, kiranya Si Dukun Lepus Min-san Mo-ko yang kembali membuat ulah! Hayo lepaskan orang yang kau cilik itu!" bentak Hay Hay.
Melihat munculnya pemuda yang kini amat lihai itu, yang bahkan pandai ilmu sihir hingga dia tidak mungkin lagi menguasainya dengan sihir, Min-san Mo-ko terkejut bukan main.
"Mundur engkau bocah setan!" bentaknya. "Atau... akan kubunuh dahulu Jaksa Kwan ini!" Dan dia pun menempelkan pedangnya pada leher Jaksa Kwan yang masih belum mampu bergerak karena tertotok. "Mundur dan jangan mengikuti kami!"
Hay Hay yang cerdik maklum bahwa setelah susah payah menculik orang, tidak mungkin Min-san Mo-ko akan membunuhnya begitu saja. Dia tak mau digertak, karena itu dia pun tertawa.
"Ha-ha-ha, Min-san Mo-ko dukun cabul! Aku sama sekali tidak mengenal orang yang kau culik itu. Mau kau bunuh atau tidak, tak ada hubungannya dengan aku, dan aku tak akan rugi. Kalau engkau mau membunuhnya, silakan, akan tetapi jangan harap aku akan dapat melepaskan engkau lagi!"
Gertakan dibalas dengan gertakan hingga Min-san Mo-ko menjadi agak bingung. Hatinya sudah khawatir sekali bertemu dengan Hay Hay dan sekarang dia bahkan digertak oleh pemuda remaja yang lihai itu. Dia tidak tahu betapa diam-diam Hay Hay merasa tegang karena pemuda ini melihat bayangan putih berkelebat yang sudah dapat diduganya siapa orangnya.
"Penjahat busuk, terimalah kematianmu!" Tiba-tiba saja terdengar bentakan nyaring dan bagai seekor garuda menyambar, Hui Lian telah meloncat dan menerkam ke arah tengkuk Min-san Mo-ko dengan totokan maut!
"Ihhhhh...!" Min-san Mo-ko cepat mengelak sambil membabatkan pedangnya ke belakang untuk menyambut serangan Hui Lian.
Kesempatan ini memang ditunggu-tunggu oleh Hay Hay. Dia menubruk ke depan dan di lain saat, tubuh Kwan-taijin sudah pindah ke dalam pondongannya! Min-san Mo-ko sangat terkejut, apa lagi ketika dua orang pembantunya yang maju hendak membantunya segera dirobohkan oleh Hui Lian dengan sebuah tendangan dan tamparan!
Dia pun langsung meloncat jauh dan melarikan diri tanpa menoleh lagi! Menghadapi Hay Hay seorang saja dia merasa jeri, apa lagi di situ masih muncul pemuda berpakaian putih yang juga sudah diketahui kelihaiannya.
"Terima kasih... Kok-toako," kata Hay Hay yang tidak mau menyebut enci karena di situ terdapat Kwan-taijin dan dua orang anggota gerombolan yang masih mengaduh-aduh dan memijit-mijit pundak serta kaki yang patah tulangnya.
Hui Lian tidak menjawab, melainkan bertanya tentang Kwan-taijin. "Siapakah orang ini dan mengapa dia diculik?"
Hay Hay membebaskan totokan Kwan-taijin dan setelah mampu bergerak lagi, pembesar ini segera mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada dua orang muda itu.
"Saya adalah Jaksa Kwan dari kota Siang-tan. Memang banyak penjahat yang memusuhi saya, mungkin untuk membalaskan sakit hati rekan-rekan mereka yang saya tangkap dan tuntut hingga dihukum berat. Terima kasih kepada Ji-wi Taihiap (Pendekar Besar Berdua) yang sudah menyelamatkan saya sehingga saya tidak sampai terbunuh, melainkan hanya kehilangan pusaka saya."
"Pusaka? Pusaka apa yang hilang?" tanya Hay Hay.
"Pusaka batu giok penawar segala racun yang tadi saya pakai sebagai kalung. Sayang sekali kalau pusaka yang amat langka itu terjatuh ke tangan penjahat. Dia tadi merenggut kalung itu dan disimpannya ke dalam saku. Ahh, kalau mereka mempergunakan pusaka itu untuk kejahatan, sungguh sayang sekali."
Hui Lian berkata kepada Hay Hay, "Hay-te, kau antarkan Kwan-taijin ini kembali kepada keluarganya, aku akan mengejar mereka!" Tanpa menanti jawaban lagi, sekali berkelebat tampak bayangan putih lantas lenyaplah tubuhnya, membuat Kwan-taijin menghela napas kagum.
"Marilah, Taijin, saya antar kembali ke sana," kata Hay Hay, merasa girang bukan main mendengar suara Hui Lian tadi yang nampaknya sudah tidak marah lagi kepadanya dan sebutan Hay-te (Adik Hay) tadi terdengar demikian akrab.
Keluarga Kwan-taijin merasa gembira sekali melihat pembesar itu kembali dalam keadaan selamat, kehilangan pusaka batu giok itu tidak begitu besar artinya bagi mereka. Setelah menghaturkan terima kasih kepada Hay Hay, keluarga itu cepat-cepat pulang kembali ke Siang-tan, diikuti para pengawal yang juga merasa terkejut dan cemas dengan adanya peristiwa tadi…..
********************