Pendekar Mata Keranjang Jilid 18

Malam itu bulan bersinar dengan terang. Hawa amat sejuk dan sinar bulan menciptakan suasana yang sangat indah pada malam itu, indah dan kelihatan tenang tenteram penuh damai. Akan tetapi, agaknya tidak demikian keadaan di dusun kecil itu.

Ketika itu semua penduduk laki-laki berkumpul di rumah kepala dusun dan wajah mereka nampak tegang. Ada dua orang gadis yang hilang pada malam itu! Orang tuanya bingung mencari sebab mereka berdua, gadis bertahi lalat di dagu dan gadis hitam manis bermata cerah tidak pamit ketika pergi.

"Mereka berdua tentu pergi mengunjungi pemuda itu!" tiba-tiba terdengar seorang laki-laki berkata. "Aku tadi melihat dia berada di batu besar dekat sungai!"

"Hemmm, orang asing kurang ajar itu berani kembali ke sana?" kata kepala dusun sambil mengerutkan alisnya.

"Mari kita cari dua gadis itu ke luar dusun sekalian mengusir pemuda itu. Aku yang akan menghajarnya!" kata A-liong, pemuda tinggi besar yang menaruh hati kepada Siauw Lan, gadis bertahi lalat.

Kepala dusun menyetujui, kemudian berangkatlah sekitar dua puluh orang laki-laki sambil membawa obor mencari keluar dusun. Sudah terlalu lama dua orang gadis itu pergi dan memang menimbulkan kekhawatiran dan kecurigaan. Berbondong-bondong mereka pergi menuju ke sungai kecil yang berada agak jauh di luar dusun.

Akan tetapi, ketika rombongan itu tiba di sebuah lapangan rumput di luar dusun, ada yang berteriak dan semua orang langsung menghampiri. Dan mereka melihat dua orang gadis yang mereka cari-cari itu menggeletak di atas lapangan rumput dalam keadaan telanjang bulat. Pakaian mereka berserakan di sekitar tempat itu.

Yang sangat mengerikan, ternyata gadis hitam manis itu telah tewas dengan leher terluka menganga lebar hingga hampir putus, sedangkan gadis bertahi lalat pada dagunya masih hidup, akan tetapi merintih-rintih bagaikan orang yang menderita ketakutan hebat. Begitu melihat banyak orang datang menghampirinya, gadis bertahi lalat itu merangkak menjauh, mulutnya merintih-rintih menyebut nama Hay Hay.

"Hay-ko... tolong... tolonglah aku...!"

Mudah saja bagi orang-orang ini untuk menduga apa yang sudah terjadi. Dua orang gadis ini telah diperkosa orang! Bahkan yang berkulit hitam manis dibunuh! Masih nampak jelas betapa mereka bertelanjang bulat.

Kepala dusun cepat menubruk keponakannya, gadis bertahi lalat, segera menyelimutinya dengan mantelnya. Gadis itu menangis terisak-isak, tidak takut lagi karena agaknya telah sadar.

"Keparat! Semua ini tentu perbuatannya! Mari kita kejar ke sana!" teriak kepala dusun dan semua orang lalu mengikutinya menuju ke sungai kecil dengan cepat.

Hanya pemuda tinggi besar itu yang tinggal di sana, merangkul gadis bertahi lalat sambil menghiburnya. Akan tetapi Siauw Lan, gadis itu, sekarang sudah mulai sadar dan dia pun menjadi histeris dalam rangkulan pemuda itu. Dia meronta-ronta minta supaya dilepaskan sambil menangis tersedu-sedu.

"Lepaskan aku...! Ahh, lepaskan aku, biarkan aku mati saja...!"

Akan tetapi A-Liong, demikian nama panggilan pemuda tinggi besar itu, malah merangkul semakin kuat mendengar ucapan ini. Dia sudah banyak mendengar mengenai gadis yang bunuh diri karena aib, dan gadis yang dicintanya ini bukan tidak mungkin akan bunuh diri karena diperkosa laki-laki keparat itu. Dia harus dapat menghiburnya. Diambilnya pakaian gadis itu yang bertebaran di mana-mana.

"Siauw Lan, kau pakailah dulu pakaianmu... jangan berduka, ada aku di sini. Dan maukah engkau bercerita apa yang telah terjadi?"

Gadis itu sadar bahwa dia masih telanjang bulat, bahwa tubuhnya hanya tertutup mantel milik pamannya, kepala daerah itu. Dia melirik ke kanan dan melihat tubuh telanjang dari temannya yang masih menggeletak mandi darah, maka dia pun menggigil, lalu menangis lagi, akan tetapi dipakainya pakaiannya.

"Apakah yang telah terjadi? Apakah dia telah menyerang kalian berdua?"

Siauw Lan mengangguk-angguk, masih terisak. "Kami berjalan berdua... dan tiba-tiba saja orang itu menyergap. Aku merasa pundakku dipukul lalu aku pun tidak mampu bergerak lagi. Dari jalan itu dia menyeret kami ke sini dan melemparku ke atas rumput. Aku tidak dapat menggerakkan kaki dan tanganku, hanya dapat melihat betapa dia... dia kemudian menanggalkan pakaian A-kiu dan mereka lalu bergumul. A-kiu menjerit-jerit dan meludahi mukanya, lalu... lalu... ahhh hu-hu-hu-huuuh...!"

Kembali A-liong merangkulnya dan menepuk-nepuk bahunya, "Tenanglah, semua sudah berlalu. Kini ada aku di sini menjaga dan melindungimu." Gadis itu merasa aman dalam rangkulan A-liong, dan dia menangis di pundak pemuda itu. Sesudah tangisnya mereda, barulah dia melanjutkan.

"Tiba-tiba orang itu marah dan menampar A-kiu, lalu... lalu pedangnya berkelebat dan... ahh, mengerikan...!" Dia menengok ke arah mayat kawannya dan menangis lagi.

"Keparat itu membunuhnya karena A-kiu menjerit dan meludahinya?"

Siauw Lan mengangguk. "Ya... lalu dia menghampiri aku yang tidak mampu bergerak dan pundakku ditepuknya sehingga mendadak aku dapat bergerak lagi. Dia lalu menunjuk ke arah tubuh A-kiu yang masih berkelojotan dengan darah menyembur keluar, dan berkata bahwa kalau aku melawan maka aku pun akan disembelih... hu-huuuuh! Dia... dia... lalu memaksaku, memperkosaku...u-hu-hu-huuuhhh...!"

A-liong mendekap mukanya di dada. "Tenanglah, engkau tidak bersalah ..."

"Aku mau mati saja! A-liong, biarkan aku mati saja! Untuk apa hidup dalam aib dan akan terhina selamanya?" Gadis itu meronta-ronta dan menangis.

"Tenanglah, Siauw Lan, ada aku di sini. Aku... aku cinta padamu, dan akulah yang akan menutupi aibmu itu. Aku akan mengawinimu..."

Gadis itu mengangkat muka, dan melalui air matanya dia memandang wajah pemuda itu, matanya terbelalak. "Kau...? Mau mengawini aku yang telah ternoda...?"

A-liong mengangguk penuh kepastian. "Aku bersumpah, aku akan mengawinimu dan aku tetap menganggap engkau seorang gadis yang suci dan paling baik di dunia ini. Mengenai perkosaan itu, hal itu bukanlah salahmu, lupakan saja. Sekarang pemuda bermulut manis dan perayu itu tentu sedang dikeroyok dan dihajar sampai mampus! Dan kelak kalau ada orang yang menghinamu karena peristiwa ini, akulah yang akan menghajarnya..."

Tiba-tiba Siauw Lan mencengkeram lengan A-liong. "A-liong, siapa yang kau maksudkan? Siapa yang dikeroyok dan dipukuli, yang kau maksudkan perayu bermanis mulut itu tadi?"

A-liong memandang wajah gadis itu dengan alis berkerut. "Siapa lagi kalau bukan pemuda asing yang pagi tadi mencoba untuk mengganggu kalian? Pemuda yang berada di batu besar dekat sungai itu?"

"Hay-ko...? Ahh...tidak, tidaaaakkk...!" teriaknya sambil meronta dan pemuda itu menjadi kaget.

"Siauw Lan, bukankah dia yang telah membunuh A-kiu dan... memperkosamu?"

"Tidak! Bukan dia! Ahhh, A-liong, kalau engkau benar cinta kepadaku, lepaskan aku, aku harus pergi ke sana, mencegah mereka mengeroyoknya. Dia sama sekali tidak berdosa!"

"Bukan dia...?" pemuda itu terkejut dan merasa heran.

"Bukan! Bukan dia. Penjahat itu jauh lebih tua dan ini... ini..." Siauw Lan meraba-raba ke kanan kiri di atas rumput hingga akhirnya menemukan apa yang dicarinya, sebuah benda kecil yang berkilauan. "Ini... dia meninggalkan ini untukku... katanya, jika kelak aku ingin mencari dia, inilah tandanya..."

A-liong mengambil benda itu dari tangan Siauw Lan dan mengamatinya di bawah cahaya bulan. Ternyata sebuah perhiasan berupa tawon merah yang terbuat dari emas dan batu merah.

"A-liong, kita harus cepat ke sana untuk mencegah mereka mengeroyok orang yang tidak bersalah!"

A-liong adalah seorang pemuda petani yang kasar tetapi jujur. Mendengar pengakuan ini, dia pun segera menggandeng tangan Siauw Lan lantas diajaknya melakukan pengejaran. Akan tetapi Siauw Lan merintih, tubuhnya terasa nyeri sehingga sukar baginya untuk jalan cepat.

"Biarlah engkau kupondong agar cepat!" kata A-Iiong.

Gadis itu tidak menolak, karena dia ingin agar mereka dapat cepat sampai di tempat itu, untuk mencegah orang-orang dusun mengeroyok pemuda yang sama sekali tak berdosa itu…..

********************

Kembali kita menengok keadaan Hay Hay. Dia belum tidur pada saat orang-orang dusun datang berbondong-bondong ke tempat dia beristirahat. Dia sedang duduk bersila di atas tanah yang telah dia beri alas daun-daun kering, berkalung selimut pemberian Siauw Lan sampai ke lehernya untuk melindungi tubuhnya dari serangan nyamuk yang masih banyak berdatangan walau pun dia telah membuat api unggun.

Ketika dia mendengar suara banyak orang datang, ada yang membawa obor, dia bersikap tenang saja. Memang Hay Hay selalu bersikap tenang.

Ketenangan terdapat pada diri orang yang tidak pernah mengkhawatirkan sesuatu. Rasa khawatir timbul dari pikiran yang membayangkan hal-hal yang menyusahkan, hal-hal yang belum terjadi dan yang diperkirakan mungkin terjadi menimpa dirinya. Orang hanya dapat merasa takut dan khawatir akan hal-hal yang belum atau tidak ada.

Bukan berarti orang yang tidak membayangkan hal-hal yang belum ada itu lalu menjadi lengah dan acuh. Sama sekali bukan. Kewaspadaan akan saat ini membuat orang selalu dalam keadaan waspada, tanpa rasa takut dan khawatir.

Demikian pula keadaan Hay Hay. Dia merasa heran melihat banyak orang berdatangan membawa obor, akan tetapi karena tidak membayangkan sesuatu yang tidak enak maka dia pun tenang-tenang saja duduk bersila dan memandang ke arah mereka.

Kewaspadaannya membuat dia maklum bahwa mereka yang sekarang berdiri membentuk setengah lingkaran di depannya itu memiliki niat buruk. Kemarahan dan kebencian jelas terbayang dalam pandangan mata mereka.

Hay Hay merasa heran dan bersiap siaga, lalu bangkit berdiri melihat bahwa rombongan orang dusun itu dipimpin sendiri oleh kepala dusunnya yang tadi pagi juga sudah datang menegurnya. Kini, dua puluh orang lebih itu memandang kepadanya dengan kemarahan meluap-luap, seolah-olah mereka tidak sabar lagi dan ingin segera menghajarnya.

"Selamat malam, Chung-cu," kata Hay Hay. "Ada urusan apakah maka di malam-malam begini cuwi beramai-ramai datang ke sini?"

Orang-orang itu tidak segera menjawab, melainkan memandang kepadanya dengan sinar mata penuh kemarahan, kebencian dan selidik.

"Lihat, itu selimut Siauw Lan!" seorang laki-laki, kakak Siauw Lan, tiba-tiba saja berteriak sambil menuding ke arah selimut yang masih mengalungi leher Hay Hay itu. Semua orang memandang dan kemarahan mereka semakin memuncak.

Hay Hay meraba selimut itu. "Benar, memang Nona Siauw Lan yang tadi datang bersama seorang temannya, memberi selimut serta makanan kepadaku. Mereka adalah dua orang nona yang amat baik hati dan aku berterima kasih sekali kepada mereka..."

"Berterima kasih dengan memperkosa dan membunuh!" bentak kakak Siauw Lan dan dia sudah menggerakkan toya kayu di tangannya untuk menghantam ke arah Hay Hay.

Pada saat itu pula, seorang lain maju juga untuk membacokkan parangnya ke arah dada pemuda itu dengan penuh kebencian. Semua orang teringat akan nasib dua orang gadis itu dan kini mereka serentak maju mengeroyok!

Dalam keadaan seperti itu Hay Hay tidak dapat menyembunyikan kepandaiannya lagi. Dia harus melindungi dirinya, akan tetapi dia pun maklum bahwa sekelompok orang dusun ini adalah orang-orang jujur yang tidak pandai ilmu silat dan mempunyai tenaga biasa saja. Mereka bukanlah lawannya dan dia tak ingin melukai orang-orang ini yang dia tahu tentu tidak berdosa dan yang kini sedang salah paham terhadap dirinya.

Maka dia pun cepat-cepat mengerahkan tenaga sinkang untuk membuat tubuhnya kebal, menggerakkan kedua tangan hanya untuk menangkis senjata yang menuju ke kepala dan mukanya.

“Bak-bik-buk!” terdengar suara ketika belasan buah senjata keras dan tajam menghujani tubuh Hay Hay.

Hampir berbareng dengan suara itu, terdengar pula teriakan-teriakan kaget dan beberapa orang bahkan terpelanting karena tenaga mereka sendiri yang membalik. Pemuda yang mereka keroyok itu masih berdiri tegak, ada pun bekas serangan itu hanya nampak pada selimut dan baju yang robek-robek, namun kulit tubuh itu sedikit pun tidak lecet, bahkan semua senjata terpental dan tenaga mereka membalik sehingga telapak tangan mereka terasa nyeri.

"Dia lihai...!"

"Dia kebal...!"

"Punya ilmu setan...!"

"Saudara-saudara sekalian, apakah yang sudah terjadi? Aku tidak bersalah apa-apa dan sejak tadi aku berada di sini. Siauw Lan bersama temannya hanya berkunjung sebentar dan tidak terjadi apa-apa yang tak semestinya di sini. Apa kesalahanku maka cuwi (anda sekalian) marah-marah kepadaku?"

"Bohong! Dia memang lelaki mata keranjang. Jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang pantas dihajar!" Tiba-tiba terdengar teriakan nyaring dan merdu.

Semua orang menengok, juga Hay Hay, dan dia terkejut melihat munculnya gadis cantik jelita yang sore tadi telah dijumpainya di kuil. Gadis itu memang Bi Lian.

Dari kuil di mana dia beristirahat, malam itu dia mendengar suara berisik. Dia lalu keluar dan dari depan kuil, tempat yang tinggi, dia dapat melihat banyak orang berlarian sambil membawa obor. Tentu saja dia tertarik sekali karena orang-orang itu keluar dari dusun di bawah itu.

Tentu telah terjadi hal yang hebat maka orang-orang itu keluar sambil membawa obor. Bi Lian lalu menggunakan kepandaiannya, dengan cepat seperti terbang dia menuruni bukit menuju padang rumput di mana orang-orang itu berkumpul dan nampak mereka sedang melihat sesuatu.

Karena menuruni bukit itu bagaikan terbang cepatnya, dia tiba di padang rumput itu pada saat orang-orang dusun itu baru saja meninggalkan tempat itu untuk menyerbu ke tempat peristirahatan Hay Hay. Sebagai orang yang berpengalaman, sekali pandang saja kepada Siauw Lan yang menangis dihibur A-liong, dan juga melihat keadaan A-kiu yang telanjang bulat dan hampir putus lehernya, Bi Lian tahu apa yang telah terjadi. Dua orang gadis itu sudah menjadi korban seorang jai-hwa-cat, penjahat pemetik bunga atau seorang tukang memperkosa wanita!

Kemarahannya timbul dan dia pun tahu bahwa jelas pelakunya tentulah pemuda tampan perayu wanita yang mata keranjang itu! Cepat dia pun lari dari situ tanpa diketahui Siauw Lan atau pun A-liong, dan ketika semua penduduk sedang terkejut melihat betapa senjata mereka tidak mempan terhadap Hay Hay, Bi Lian muncul dan memaki Hay Hay.

Hay Hay mengerutkan alisnya. Gadis galak ini begitu muncul lantas memakinya sebagai seorang penjahat pemetik bunga. Sungguh keterlaluan!

"Nanti dulu!" dia membantah. "Aku tak pernah melakukan perbuatan terkutuk seperti yang kalian tuduhkan itu!"

"Jangan percaya, laki-laki perayu bermulut manis mana bisa dipercaya omongannya? Biar aku yang akan menghajar dan sekalian menangkapnya untuk kalian!" berkata demikian, Bi Lian sudah menerjang maju.

Gadis ini tadi melihat betapa semua senjata mental dari tubuh Hay Hay. Tadi dia terkejut bukan main, juga terheran-heran, merasa kecele dan mukanya berubah merah. Ternyata pemuda ini memiliki kepandaian tinggi. Jadi sikapnya yang pura-pura tolol di kuil itu hanya main-main saja dan dia merasa dipermainkan.

Maka, begitu menerjang dia sudah mengirim tamparan dengan tangan kiri ke arah kepala Hay Hay, sebuah serangan pancingan saja karena tangan kanannya dengan cepat sekali mengirim serangan susulan menotok ke arah pundak pemuda itu untuk merobohkannya!

Melihat datangnya serangan gadis itu, walau pun hanya dengan tangan kosong, Hay Hay terkejut bukan main. Dia mengenal serangan ampuh, juga mengenal tangan ampuh yang memiliki tenaga sinkang yang amat hebat. Dan pukulan-pukulan itu sendiri sangat ganas.

Tamparan ke arah kepalanya itu mengandung hawa pukulan yang panas sehingga kalau mengenai sasaran tentu akan menewaskannya dan tangan kanan gadis itu membayangi gerakan tangan kiri, sukar diduga hendak menyerang ke mana sebagai susulan! Dia tahu bahwa tamparan tangan kiri itu hanya gertakan, namun gertakan yang berbahaya karena merupakan pukulan maut, dan yang lebih berbahaya lagi adalah tangan kanan gadis itu yang siap mengirim serangan susulan.

"Plakkk!"

Hay Hay mengangkat tangan kanan, menangkis tamparan sambil mengerahkan tenaga sinkang pula, sedangkan matanya dengan waspada mengikuti gerakan tangan kanan Bi Lian. Ketika tangan itu menotok ke arah pundaknya untuk merobohkannya, dia pun cepat meloncat ke belakang sambil menangkis dengan tangan kirinya.

"Dukkkk!"

Dua kali kedua tangan mereka saling bertemu dan keduanya diam-diam terkejut, maklum akan kekuatan masing-masing. Karena serangannya berhasil dihindarkan lawan, Bi Lian pun menjadi semakin penasaran.

"Jai-hwa-cat memiliki juga sedikit kepandaian!" katanya penuh ejekan.

Dan kini dia menyerang lagi, akan tetapi sekali ini dia tidak main-main maka serangannya begitu kuat dan cepatnya, bertubi-tubi dengan gerakan yang aneh dan ganas bukan main sehingga Hay Hay terpaksa berloncatan mundur dan terdesak hebat! Ketika serangannya yang bertubi-tubi itu tidak pernah mengenai sasaran, Bi Lian menjadi semakin sengit.

Dia maklum bahwa lawannya ini benar-benar pandai maka berubahlah niatnya. Kalau tadi dia hanya ingin menangkapnya untuk kemudian diserahkan kepada para penduduk yang akan menghukumnya, kini melihat kelihaian lawan, dia bermaksud untuk merobohkannya, hidup atau mati!

Perubahan ini tentu saja mengubah pula gerakannya yang menjadi semakin kuat hingga setiap pukulan merupakan serangan maut! Ketika gadis itu menggosok kedua tangannya, saling menggosok telapak tangan, nampak asap mengepul dari kedua telapak tangannya, dan serangan-serangannya kini mengandung hawa yang panas sekali.

"Ehhh...!" Hay Hay berkali-kali berseru kaget.

Selain mengelak kini ia pun terpaksa melakukan tangkisan-tangkisan disertai pengerahan tenaga sinkang-nya. Setiap kali lengannya bertemu dengan lengan gadis itu, dia merasa betapa kulit lengan itu sangat kuat dan mengandung hawa panas! Kalau saja sinkang-nya tidak cukup kuat untuk melindungi kulitnya, tentu kulit tangannya akan terluka hangus saat bersentuhan dengan lengan gadis itu.

Melihat seorang gadis gagah perkasa muncul lantas menyerang pemuda mata keranjang itu secara kalang-kabut, para penduduk tidak tinggal diam. Mereka berbesar hati melihat ada seorang gadis yang agaknya lihai sekali dan mampu mengjmbangi kelihaian penjahat itu, maka mereka pun kini segera bergerak mengurung dan setiap kali ada kesempatan, mereka menggerakkan senjata mereka untuk menyerang.

Hay Hay menghadapi pengeroyokan! Baginya orang-orang dusun itu lebih berbahaya dari pada Si Gadis lihai! Soalnya, kalau gadis itu dapat dia hadapi dengan sinkang dan ilmu silat, sebaliknya dia harus berhati-hati sekali bila menangkis serangan orang-orang dusun, karena kalau dia kesalahan tangan dan terlampau kuat menggunakan sinkang, maka ada bahayanya dia akan benar-benar menjadi pembunuh!

Terpaksa Hay Hay lalu memainkan satu di antara ilmunya yang hebat, yaitu Jiauw-pouw Poan-soan, ilmu langkah kaki berputaran yang membuat tubuhnya dapat menghindarkan semua serangan, termasuk pula pukulan-pukulan yang dilancarkan oleh gadis itu. Ilmu ini merupakan satu di antara ilmu pemberian See-thian Lama.

Diam-diam Bi Lian kagum bukan main. Semenjak meninggalkan perguruan baru sekali ini dia bertemu dengan lawan yang bisa menghindarkan semua serangannya, padahal sudah lebih dari dua puluh jurus dia menyerang tanpa pemuda itu membalas sekali pun, bahkan di sampingnya masih ada orang-orang dusun yang turut mengeroyok, walau pun bantuan mereka itu sama sekali tidak menguntungkannya, bahkan mengganggu gerakannya saja.

Tiba-tiba saja terdengar jeritan wanita. "Berhenti...! Ahhhh, jangan keroyok dia! Dia tidak bersalah... jangan keroyok dia...!"

Semua orang terkejut, menghentikan serangan mereka, bahkan Bi Lian juga meloncat ke belakang lantas memutar tubuh memandang. Yang berteriak itu adalah Siauw Lan yang digandeng oleh A-liong.

"Apa maksudmu, Siauw Lan?" bentak kepala dusun kepada keponakannya.

"Paman, bukan dia yang memperkosa aku dan membunuh A-kiu! Dia tidak bersalah..."

Hay Hay membelalakkan mata memandang kepada Siauw Lan. "Nona, engkau diperkosa dan temanmu itu dibunuh orang...?"

Siauw Lan menangis, memandang kepada Hay Hay dan mengangguk-angguk. "Hay-ko... ahh... Hay-ko...!"

A-liong mengeluarkan benda yang diterimanya dari Siauw Lan tadi dan berkata lantang, "Kawan-kawan, kita memang sudah salah sangka. Penjahat itu adalah seorang yang lebih tua dan dia meninggalkan tanda ini!"

Tiba-tiba saja Bi Lian menggerakkan tubuhnya dan tahu-tahu benda yang dipegang oleh A-liong itu sudah pindah ke tangannya. A-liong terkejut dan terbelalak. Bi Lian mengamati benda itu dan mengangguk-angguk.

"Hemmm... Ang-hong-cu (Si Tawon Merah)...! Aku pernah mendengar namanya. Seorang jai-hwa-cat yang keji!"

Dia mengembalikan benda itu kepada A-liong, kemudian memandang kepada Hay Hay. Sejenak pandang mereka bertemu dan Bi Lian merasa kikuk sekali. Dia memutar tubuh menghadapi kepala dusun lalu berkata,

"Kita sudah salah sangka. Kini aku akan mencari penjahat itu!" Setelah berkata demikian, sekali berkelebat gadis itu sudah lenyap dari situ, membuat orang-orang dusun itu terkejut dan melongo. Hanya siluman saja yang dapat menghilang seperti itu, pikir mereka.

"Bagaimana sekarang? Apakah cuwi masih juga menuduh aku yang melakukan perbuatan terkutuk itu?" Hay Hay bertanya sambil tersenyum.

Dia tidak marah terhadap orang-orang dusun ini. Dia marah kepada si jai-hwa-cat. Gadis bertahi lalat ini diperkosanya! Dan gadis hitam manis itu malah dibunuhnya.

Si Kepala Dusun menjura ke arah Hay Hay. "Maafkan kami. Kami salah sangka terhadap Kongcu."

"Sudahlah, kalau aku boleh pergi, sekarang juga aku akan mencoba untuk mengejar dan mencari si keparat itu." Kemudian dia memandang kepada Siauw Lan dan berkata, "Adik manis, nasibmu memang buruk sekali. Akan tetapi peristiwa itu telah lalu dan aku melihat ada orang yang mencintamu dan tentu mau melindungimu. Jika aku berhasil menemukan penjahat Ang-hong-cu itu, tentu akan kuhajar dia, kubalaskan sakit hatimu."

Siauw Lan masih menangis, hanya mengangguk dan bibirnya bergerak perlahan. "Terima kasih, Hay-ko..."

Hay Hay mengambil buntalan pakaiannya, membuang selimut serta bajunya yang sudah robek-robek, kemudian dia pun tak lagi menyembunyikan kepandaiannya sehingga sekali berkelebat, seperti yang dilakukan Bi Lian tadi, dia sudah lenyap pula dari situ.

Untuk kedua kalinya para penduduk dusun itu melongo dan menggeleng-geleng kepala, merasa malu akan kebodohan mereka sendiri. Mereka telah menuduh yang bukan-bukan terhadap pemuda itu, padahal pemuda itu demikian lihainya sehingga kalau dikehendaki, tentu pemuda itu berbalik akan mampu merobohkan mereka semua satu demi satu!

Mereka kemudian kembali ke dusun, mengambil dan mengurus jenazah A-kiu, sedangkan Siauw Lan terus diantar dan dihibur oleh A-liong sehingga dia pun merasa terhibur dan tidak lagi mempunyai niat untuk membunuh diri mencuci aib…..

********************

Pagi-pagi sekali Hay Hay telah keluar dari daerah dusun dan pegunungan itu. Dia menuju ke barat karena dia sedang melakukan perjalanan untuk mencari keluarga Pek yang dulu tinggal di Tibet.

Sejak dia menjadi murid See-thian Lama dan Ciu-sian Sin-kai, keadaan dirinya membuat dia sering kali termenung dan termangu-mangu. Dua orang gurunya yang amat sakti itu pun tidak dapat menentukan dia anak siapa!

Sejak bayi dia merasa menjadi putera suami isteri Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, yang tidak tahunya adalah sepasang suami isteri iblis yang berjuluk Lam-hai Siang-mo. Namun ternyata suami isteri itu bukanlah orang tuanya, melainkan telah menculiknya dari rumah keluarga Pek. Kalau saja keluarga Pek mempunyai anak yang lumrah, tentu mudah sekali memastikan bahwa dia adalah anak keluarga Pek yang diculik oleh Lam-hai Siang-mo.

Akan tetapi dua orang gurunya yang sakti dan bijaksana memastikan bahwa dia bukanlah putera keluarga Pek, karena sudah dipastikan oleh para pimpinan pendeta Lama bahwa putera keluarga Pek adalah seorang Sin-tong (anak ajaib) yang mempunyai tanda merah di punggungnya! Sedangkan dia tidak mempunyai tanda merah itu! Jelas, menurut kedua orang gurunya, dia bukan putera keluarga Pek!

Maka satu-satunya petunjuk tentang keadaan dirinya hanya dapat diharapkan datang dari keluarga Pek. Mereka tentu tahu siapa dia, siapa orang tuanya dan mengapa ketika bayi dia dapat berada di tangan keluarga Pek sehingga diculik oleh Lam-hai Siang-mo.

Inilah sebabnya maka Hay Hay kini menuju ke barat, untuk mencari keluarga Pek dan menyelidiki tentang asal-usul dirinya yang sebenarnya. Akan tetapi dia tidak tergesa-gesa dan melaksanakan keinginannya menemui keluarga Pek sambil lalu saja, yang terpenting baginya adalah menikmati perjalanan yang amat jauh itu.

Dia sudah pernah melakukan perjalanan jauh seperti ini, akan tetapi dari barat ke timur, yaitu beberapa tahun yang lampau ketika dia masih berusia kurang lebih tiga belas tahun dan meninggalkan See-thian Lama untuk mengikuti gurunya yang baru, Ciu-sian Sin-kai menuju ke Pulau Hiu di lautan Pohai. Kalau dulu dia datang dari barat menuju ke timur, sekarang sebaliknya, dia datang dari pantai Pohai menuju ke barat, ke Tibet!

Dengan santai Hay Hay melakukan perjalanan dan sebelum dia menuruni bukit terakhir, dia berhenti lebih dulu dan membalikkan tubuhnya menghadap ke timur, untuk menikmati keindahan matahari terbit.

Bola merah yang besar itu perlahan-lahan tersembul dan naik ke atas. Hay Hay tak berani terlampau lama memandang bola api itu, walau pun sinarnya belum terlalu menyilaukan, namun dia tahu bahwa hal itu tidak baik bagi matanya. Yang dinikmati adalah keindahan cahaya merah itu memandikan segalanya yang berada di permukaan bumi, dan cahaya merah kuning biru yang mewarnai awan-awan yang membentuk berbagai macam corak, demikian kaya dengan bentuk sehingga setiap manusia dapat membentuk awan-awan itu menjadi bentuk apa saja menurut khayal mereka yang paling ajaib.

Sesudah puas menikmati keindahan alam di waktu pagi, Hay Hay membalikkan tubuhnya lagi dan hendak menuruni lereng bukit terakhir. Akan tetapi tiba-tiba dia tertegun karena tidak jauh di depannya, hanya belasan meter jauhnya, telah berdiri tegak seorang wanita yang bukan lain adalah gadis galak semalam!

Namun hanya sebentar saja dia tertegun. Dia tidak kehilangan keluwesannya dan segera tersenyum ramah kemudian melangkah maju menghampiri dan menjura.

"Selamat pagi, Nona yang gagah perkasa! Sungguh pagi yang sangat cerah dan indah, bukan?"

Akan tetapi gadis jelita dan manis itu cemberut. Aneh sekali, pikir Hay Hay, kenapa gadis ini cemberut saja dapat terlihat demikian manisnya? Apanya yang membuatnya demikian manis? Segalanya memang indah bentuknya, dan wajah itu ayu akan tetapi apanya yang paling menonjol? Dia menyelidiki keadaan gadis itu dengan penuh perhatian!

"Aku tidak tanya dan tidak peduli pagi ini cerah indah atau muram buruk! Aku berada di sini sengaja menantimu dan ingin bicara denganmu!"

"Ahai, lebih baik lagi kalau begitu! Ahh, kalau saja aku tahu Nona menantiku di sini, tentu tadi aku akan bersicepat dan tak akan membiarkan diri terpesona oleh kecantikan alam di waktu pagi." Dengan ucapan itu dia seolah-olah hendak memuji bahwa keindahan gadis itu tidak kalah oleh keindahan alam pagi. "Suatu kehormatan yang teramat besar bagiku. Tidak tahu Nona hendak menyampaikan berita bahagia apakah kepada diriku yang miskin ini?”

Sejenak Bi Lian, gadis itu, tertegun juga. Alangkah indahnya kata-kata yang dikeluarkan oleh pemuda ini, sambil tersenyum, wajahnya berseri, sepasang matanya yang tajam itu memandang lembut. Akan tetapi dia langsung teringat bahwa pemuda ini adalah seorang perayu wanita, seorang lelaki mata keranjang, maka dia memasang muka cemberut lagi. Lebih cemberut dari pada tadi. Akan tetapi lebih manis, pikir Hay Hay.

"Tak usah merayu dengan kata-kata indah! Aku menantimu untuk mengajakmu membuat perhitungan dan melunasi hutang-pihutang antara kita!"

Diam-diam Hay Hay terkejut sekaligus juga heran. Dia maklum yang dimaksudkan dengan hutang-pihutang tentulah urusan perselisihan di antara mereka. Akan tetapi seingatnya, tidak ada lagi urusan di antara mereka. Bukankah di dalam urusan ruangan di kuil tua dia sudah mengalah dan pergi, kemudian perkelahian semalam itu terjadi hanya karena salah paham dan salah duga terhadap dirinya? Dia anggap sudah habis dan selesai, mengapa nona ini bicara tentang penyelesaian hutang-pihutang? Akan tetapi wajahnya tetap berseri dan dia memasang muka gembira.

"Wah, menarik sekali!" Hay Hay menurunkan buntalan pakaiannya lalu duduk di atas batu dl pinggir jalan kecil itu, seperti orang yang ingin sekali mendengarkan sebuah cerita yang amat menarik. "Berapakah hutangku kepadamu dan bagaimana aku harus membayarnya, Nona? Aku seorang perantau miskin..."

"Bukan engkau yang masih ada hutang, akan tetapi aku yang hutang kepadamu."

"Aih, semakin menarik dan menyenangkan saja. Akan tetapi sungguh mati aku sudah lupa lagi kapan Nona berhutang kepadaku dan berapa jumlahnya?"

"Pertama-tama aku mengusirmu dari kuil dan ke dua, aku sudah menuduhmu melakukan perbuatan terkutuk yang tidak kau lakukan. Nah, aku telah hutang dua kali kepadamu dan aku ingin melunasinya sekarang!"

"Ehhh...?" Kali ini senyumnya menghilang dari wajah Hay Hay karena memang dia heran sekali. "Lalu bagaimana engkau akan melunasi hutang-hutang itu, Nona?"

Dara itu memperlihatkan sepasang lengannya yang diulur dengan jari-jari tangan terkepal. "Dengan ini! Bagaimana lagi orang-orang seperti kita menyelesaikan perhitungan kecuali dengan jalan mengadu ilmu silat? Majulah lantas bersiaplah, kita harus bertanding untuk membereskan perhitungan!"

"Wah-wah-wah!" Hay Hay mengangkat kedua tangannya ke atas kepala dan menggeleng-geleng kepala. "Kalau seperti itu pembayarannya, sudahlah, jangan kau bayar saja semua hutang-hutangmu, Nona! Aku sudah rela dan biarlah hutang-hutangmu itu kuanggap lunas saja!"

"Apa?!" Gadis itu memandang dengan mata mendelik. "Rupanya engkau mau menghina aku! Kau anggap aku tidak mampu melunasi hutang-hutangku?"

"Ehhh, bukan begitu! Tapi..., wah mengapa pembayarannya harus seperti itu? Aku tidak merasa pernah menghutangkan, aku tidak menaruh dendam sakit hati, dan aku pun tidak mengharapkan pembayaran. Sudahlah, hutang-hutangmu telah lunas dan jangan sampai kita membuat hutang-hutang lagi, Nona."

Hay Hay lalu mengambil buntalan pakaiannya. Akan tetapi tiba-tiba dia meloncat dengan elakan yang sangat cepat karena pada saat itu ada angin pukulan yang panas dan kuat sekali menyambar ke arahnya, dibarengi bentakan nona itu.

"Heiiiitttt...!"

"Brakkk...!"

Ujung batu yang tadi diduduki Hay Hay pecah berantakan terkena pukulan tangan gadis yang lihai itu. Debu mengepul dan mata Hay Hay terbelalak. Gadis itu memukul sungguh-sungguh! Kalau dia tidak cepat mengelak sehingga terkena pukulan seampuh itu tentu dia akan celaka, mungkin tewas atau paling tidak terluka parah. Sungguh seorang gadis yang cantik jelita, manis, lihai akan tetapi ganas bukan main!

"Ehh-ehh, tahan dahulu, Nona! Bagaimana sih engkau ini? Engkau merasa bersalah dan berhutang kepadaku, mengapa membayarnya bahkan dengan penambahan hutang yang lebih besar lagi? Bagaimana kalau sampai aku terkena pukulanmu dan mati?"

"Berarti aku tidak hutang lagi kepadamu. Tidak ada orang berhutang kepada orang yang sudah mati."

Jika saja nona itu tidak berbicara sambil merengut, tentu Hay Hay akan menganggapnya main-main atau kelakar.

"Lalu bagaimana kalau sampai aku tidak dapat kau kalahkan?" Hay Hay menyelidik.

"Kalau aku yang mati, berarti hutangku juga lunas. Tidak ada orang mati yang mempunyai hutang kepada siapa pun juga!"

Wah, pikir Hay Hay. Gadis ini bicara serius, akan tetapi ucapannya sungguh bocengli (tak pantas)! Mana ada orang merasa bersalah dianggap hutang dan pembayarannya harus saling membunuh? Diam-diam dia lalu memandang penuh perhatian. Seorang gadis yang benar-benar amat cantik, dan usianya tentu tak berselisih banyak dengan usianya sendiri.

"Kau aneh, Nona."

"Sudahlah, aku tak ingin mendengar pendapatmu tentang diriku. Hayo cepat bersiap, kita lanjutkan penyelesaian hutang-pihutang ini!"

Bi Lian sudah siap untuk melakukan penyerangan lagi. Kuda-kudanya sangat indah akan tetapi aneh, kaki kanan berdiri tegak lurus di atas jari-jari kaki, kaki kiri ditekuk seperti kaki burung, tangan kanan diacungkan tinggi ke atas kepala, tangan kiri menyembah di depan dada, leher dimiringkan dan napasnya ditahan! Agaknya gadis itu telah siap untuk melancarkan pukulan maut yang aneh lagi!

"Nanti dulu...! Nanti dulu, Nona." Hay Hay berkata cepat-cepat mendahului agar nona itu tidak keburu menyerang.

"Ada apa lagi? Cerewet benar engkau!" nona itu mengomel.

"Sebelum aku kau pukul mati, aku berhak untuk tahu siapa yang berhutang kepadaku dan membayar hutangnya dengan pukulan maut. Atau, menurut engkau, aturannya tidak boleh memperkenalkan nama dan sembunyi-sembunyi saja?"

"Huhh!" Bi Lian mendengus melalui hidungnya. "Siapa sembunyi-sembunyi? Kau kira aku takut mempertanggung jawabkan? Namaku adalah Cu Bi Lian..."

"Nama yang amat indah dan cantik, seperti pemiliknya..."

"Aku tidak butuh pujianmu!"

"Aku tak memuji, melainkan terus terang saja. Engkau sungguh cantik jelita, mempunyai ilmu kepandaian yang amat tinggi, dan memiliki nama yang indah. Bi Lian (Teratai Cantik), sungguh nama yang hebat. Sayang sekali..."

"Apa sayang?" Bi Lian cepat memotong

Diam-diam Hay Hay tersenyum di dalam hatinya. Bagaimana pun juga gadis ini tetap saja seorang wanita yang wajar, yang selalu ingin mendengar pujian dan pantang mendengar celaan, maka cepat-cepat gadis itu bertanya ketika dia berkata sayang.

Hay Hay cukup cerdik untuk tidak mengucapkan celaannya. Di dalam hatinya dia berkata sayang bahwa gadis yang cantik dan lihai itu berperangai ganas dan kejam, akan tetapi mulutnya tidak mengatakan demikian. Belum pernah dia mencela seorang wanita, karena baginya wanita hanya pantas dipuji, tidak layak dicela!

"Sayang jika aku mati olehmu, aku tidak dapat menikmati kecantikanmu lagi, dan engkau tidak lagi ada yang memuji lagi."

"Sudahlah, jangan cerewet. Bersiaplah menghadapi seranganku!" kata Bi Lian.

Hay Hay melihat betapa wajah ltu tak beringas lagi seperti tadi, melainkan menjadi manis karena ada senyum puas membayang di bibir yang merah membasah itu.

"Nanti dulu, nanti dulu! Aku telah mengenal namamu, akan tetapi engkau belum mengenal namaku, Nona Cu Bi Lian yang cantik."

"Namamu... Hay-ko, aku sudah tahu! Engkau seorang perayu dan mata keranjang, gila perempuan. Itu saja! Nah, sambutlah ini!" Dan dia pun sudah menerjang kembali dengan hebatnya tanpa memberi kesempatan kepada Hay Hay untuk banyak cakap lagi!

"Haiiiittt...!"

Serangan itu demikian ganas sehingga untuk menghindarkan diri, Hay Hay menjatuhkan diri di atas tanah dan bergulingan menjauh, lalu melompat berdiri lagi. "Nanti dulu, kurasa engkau telah berbohong kepadaku, Nona!"

Bi Lian yang sudah siap mengirim serangan susulan, mengerutkan alisnya dan matanya mengeluarkan sinar berapi. "Apa?! Kau bilang aku berbohong kepadamu? Untuk tuduhan itu saja engkau harus membayar nyawa!"

"Hutang lagi! Wah, engkau berbakat menjadi tukang kredit, Nona."

"Apa tukang kredit?"

"Itu, orang yang melepas uang dengan bunga hutang-pihutang! Aku mengatakan bohong tentang namamu. Kau pernah mengaku bahwa engkau Dewi, sekarang engkau mengaku bernama Cu Bi Lian, nama seorang gadis, seorang manusia biasa. Nah, manakah yang benar?"

Hay Hay memang sengaja mencari-cari urusan saja sebagai bahan untuk berbicara agar nona itu tidak menyerangnya. Dia khawatir juga ketika melihat betapa serangan nona itu semakin lama semakin ganas dan berbahaya.....

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar