Akan tetapi, dia sengaja tidak mau membuka mulut dan otaknya dikerjakan. Apa perlunya dia menjawab? Iblis ini tahu bahwa kunci emas masih berada di tangan Pendekar Sadis, jadi iblis itu tidak akan mampu berbuat sesuatu dan agaknya tidak akan mengganggunya secara sangguh-sungguh sebelum kunci itu didapatnya. Mungkin ia akan dijadikan umpan untuk memancing datang Pendekar Sadis.
Hampir saja Kim Hong tersenyum. Tanpa perlu dipancing sekali pun, Thian Sin pasti akan datang untuk menolongnya. Hal ini dia yakin benar. Akan tetapi dia pun merasa khawatir karena sekali ini mereka menghadapi penjahat-penjahat yang selain kejam, juga kuat dan curang sekali. Dia sendiri sudah bertindak sangat berhati-hati dan kalau saja di taman itu tak ada pasukan pemerintah yang turun tangan, belum tentu pula dia akan begitu lengah sehingga dapat ditangkap begitu saja!
Melihat gadis itu tinggal diam saja, Pat-pi Mo-ko tersenyum. Kalau lain orang, tentu sudah marah bukan main. Akan tetapi iblis ini bukan penjahat sembarangan dan karena itu dia dijadikan semacam raja tanpa mahkota oleh para penjahat lainnya di kota raja. Dia cerdik sekali.
"Nona, apa gunanya nona bersikap diam dan membisu? Meski pun Pendekar Sadis terus memegang kunci emas, apa gunanya jika dia tidak memiliki peta rahasia itu! Dan petanya berada di tangan kami! Kini engkau sudah berada di dalam kekuasaan kami. Pendekar Sadis akhirnya tentu akan menyerahkan kunci itu kalau memang dia sayang kepadamu."
Kim Hong hanya tersenyum mengejek saja, memandang dengan sinar mata menghina, bahkan lalu membuang muka. Sikapnya sungguh memandang rendah sekali.
Pat-pi Mo-ko kemudian bangkit berdiri, mukanya agak merah walau pun dia masih belum menunjukkan kekecewaan serta kemarahannya. "Baiklah, mari kita lihat siapa yang lebih keras hati di antara kita. Kami sudah menyaksikan bahwa engkau bermain cinta dengan sastrawan ganteng ini di taman. Nah, karena dia ini tidak ada gunanya bagi kami, maka biarlah engkau melihat ia tersiksa dan mampus di depan matamu. Hendak kulihat, apakah engkau akan tega melihat kekasih barumu ini tersiksa sampai mati dan tetap bersikeras menutup mulut?"
Kim Hong yang membuang muka tadi sudah memandang ke arah Kok Siang. Dilihatnya pemuda itu berkedip memberi isyarat agar jangan mau tunduk, akan tetapi diam-diam hati Kim Hong merasa khawatir. Pemuda itu merupakan orang yang amat penting, terpenting malah karena pemuda itu menguasai peta asli atau mengetahui tempat peta asli itu.
Tentu saja pemuda itu sekali-kali tidak boleh tewas begitu saja. Betapa pun juga, dia tidak mau tunduk oleh gertakan dan hendak dilihatnya dulu apakah benar iblis ini seorang yang memenuhi kata-katanya, bukan hanya penjahat besar mulut yang suka main gertak saja. Hal ini pun perlu baginya untuk mengenal watak dan sifat Pat-pi Mo-ko yang merupakan seorang lawan tangguh dan licik sekali.
Dan Pat-pi Mo-ko agaknya pun bukan orang yang suka banyak cakap. Tanpa menoleh kepada Kim Hong untuk melihat apa reaksi dari kata-katanya terhadap gadis itu, dia pun sudah memberi isyarat kepada para pembantunya.
Hai-pa-cu Can Hoa segera melangkah maju dan mulutnya menyeringai puas sekali. Inilah yang dinanti-nantinya. Kebenciannya terhadap sastrawan muda itu kini akan terpuaskan, dendamnya akan terbalas.
"Heh-heh-heh, semalam aku memang sudah mimpi melihat engkau terbakar hangus. Aku tak mau memulai dengan siksaan-siksaan kecil, melainkan langsung saja membakarmu. Ehh, kutu buku busuk, pernahkah engkau dipanggang hidup-hidup?"
Kok Siang tentu saja tahu apa yang sedang dihadapinya. Akan tetapi dia adalah seorang pendekar sejati yang tidak takut menghadapi apa pun juga. Karena itu, dia pun tersenyum ketika melihat wajah yang menyeringai itu, lalu menjawab dengan suara lantang.
"Memang aku pernah melihat, akan tetapi engkaulah yang dipanggang dalam api neraka, sehingga si Macan Tutul Laut berubah menjadi bangkai macan hangus, ha-ha-ha!"
"Keparat!" bentak Hai-pa-cu (Macan Tutul Laut) Can Hoa dan dengan tangan membentuk cakar dia hendak menyerang pemuda yang terbelenggu di atas dipan besi itu.
"Can Hoa!" terdengar Pat-pi Mo-ko membentak.
Dan jagoan dari Yen-tai itu tidak melanjutkan serangannya, akan tetapi menarik sebuah pipa besi mononjol di bawah dipan. Terdengar suara berkerotokan dan dari dalam lubang rahasia muncullah sebuah panci baja terisi minyak yang sudah bernyala, minyak bernyala itu berada tepat di bawah dipan dan sebentar saja Kok Siang sudah merasa betapa dipan yang ditidurinya berubah menjadi hangat, lalu panas, makin lama semakin panas.
Hanya dalam waktu beberapa menit saja, seluruh tubuhnya sudah menjadi basah, peluh membasahi pakaiannya dan uap terus mengepul dari dipan itu. Akan tetapi, tak terdengar sedikit pun keluhan dari mulut pemuda itu. Dia hanya memejamkan kedua matanya dan karena dia tidak mampu mengerahkan sinkang, maka dia pun hanya menyerahkan nasib kepada Tuhan saja.
Akan tetapi, hawa panas itu ternyata menolongnya karena dia merasa betapa pengaruh totokan itu kini telah pudar dan bebas. Maka dia pun mengumpulkan tenaga sinkang dan mengerahkan hawa di tubuhnya untuk melawan rasa panas sehingga keadannya tidaklah sehebat tadi, penderitaannya berkurang, walau pun kalau dilanjutkan, akhirnya dia tentu akan terbakar hangus.
Tiba-tiba terdengar suara Kim Hung lantang, akan tetapi nadanya masih mencemoohkan dan memandang rendah sekali. "Huh, biar kau membakar dia, biar kau cincang dia, apa hubungannya dengan kami? Tapi kalau dia kalian bunuh, aku akan menganggap dia mati karena aku, maka kalian berhutang nyawa kepadaku!"
Mendengar ini, Pat-pi Mo-ko memberi isyarat maka dengan kecewa sekali Hai-pa-cu Can Hoa menyingkirkan panci minyak bernyala itu dengan menarik pipa besi. Panci bersama api bernyala itu lenyap ke dalam lubang rahasia.
Dan Kok Siang malah semakin tersiksa lagi. Setelah tadi mengerahkan sinkang melawan panas yang luar biasa, kini dia pun menggigil sesudah tiba-tiba saja api itu disingkirkan! Kim Hong melihat hal ini, akan tetapi tahu bahwa pemuda itu telah terhindar dari bencana. Diam-diam dicatatnya di dalam hati tentang perbuatan Hai-pa-cu Can Hoa ini.
Pat-pi Mo-ko menghampiri Kim Hong. "Aku tak ingin menanam kebencian dalam hatimu, nona. Nah, marilah kita bicara dengan baik. Benarkah engkau dan Pendekar Sadis telah menemukan kunci emas itu? Hanya kunci emas saja? Tidak bersama petanya?"
Kim Hong teringat akan pemberi tahuan Kok Siang tentang peta palsu dan diam-diam ia pun tertawa di dalam hati, mentertawakan iblis ini. Pertanyaan tentang peta yang diajukan oleh iblis ini bahkan telah membuktikan kebenaran omongan Kok Siang dan agaknya iblis ini sudah tahu pula bahwa yang dikuasainya itu hanyalah peta palsu belaka!
Su Tong Hak yang agaknya juga menaruh perhatian kepada seluruh peristiwa itu, tiba-tiba saja ikut berbicara. "Nona, sebaiknya jika kalian bekerja sama dengan Bouw-sicu. Kalian akan dapat ikut menikmati hasilnya. Apa bila menentang, maka berarti kalian hanya akan membuang nyawa dengan sia-sia dan tidakkah sayang sekali seorang muda seperti nona mati konyol?"
"Ha-ha-ha, ucapan berbau busuk!" terdengar suara Kok Siang.
Semua orang menoleh karena terkejut. Pemuda yang baru saja tersiksa itu sudah dapat tertawa dan mengejek lagi! "Mati muda dalam kebenaran adalah matinya seorang gagah, akan tetapi matinya seorang jahat dalam kehinaan sama dengan matinya seekor babi!"
Kim Hong juga memandang kepada pedagang itu dan langsung membentak. "Su Thong Hak! Engkau pengkhianat tak tahu malu, sudah mencelakakan keluarga kakakmu sendiri hingga Ciang Gun beserta isterinya terbunuh, juga keponakanmu Ciang Kim Su terbunuh. Sekarang masih berani membuka mulut di hadapanku?"
Bentakan dan ejekan Kim Hong dan Kok Siang sungguh mengejutkan hati orang she Su ini, apa lagi bentakan Kim Hong yang mengingatkan dia akan perbuatannya yang kejam itu. "Tidak... tidak...!" Dia menggeleng kepala. "Aku tidak membunuh mereka... dan Kim Su tidak mati..."
"Diam!" Pat-pi Mo-ko membentak dan orang itu surut ke belakang dengan mata terbelalak dan muka pucat. Tentu saja Kim Hong mencatat semua ini di dalam hatinya.
"Nah, nona Toan, kami bemaksud baik dan berniat untuk kerja sama dengan engkau dan Pendekar Sadis. Maka, harap kau ceriterakan semua yang kalian ketahui tentang rahasia harta pusaka ini."
Kim Hong maklum bahwa baginya tak ada jalan lain lagi kecuali menceritakannya, karena menceritakan hal itu pun tidak ada salahnya. Akan tetapi dia tetap bersikap angkuh.
"Hemm, Pat-pi Mo-ko, engkau tentu telah mengerti bahwa dunia kita berlainan, kita saling berselisih jalan, engkau berkecimpung dalam dunia sesat dan kami bukanlah orang-orang yang suka mengejar harta dengan kejahatan. Mana mungkin kita dapat bekerja sama?"
Si tinggi besar itu menarik napas panjang, lantas berkata dengan suara bersungguh hati. "Nona Toan, engkau tentunya maklum bahwa di dunia ini tak ada orang mau menempuh jalan sesat yang penuh dengan bahaya bila tidak terpaksa. Jika kita berhasil memperoleh harta karun Jenghis Khan dan bagianku lebih dari cukup, untuk apa lagi aku mengambil jalan sesat? Aku akan mencuci tangan lalu hidup makmur dan tenteram dengan harta itu."
"Hemmm, hal itu masih harus dibuktikan. Akan tetapi, engkau bicara tentang kerja sama. Apakah begini caramu dalam bekerja sama, Pat-pi Mo-ko? Yang diajak kerja sama harus terlentang di dipan penyiksaan dengan kaki tangan terbelenggu dan tubuh tertotok?"
"Maafkan aku, nona. Engkau adalah seorang yang lihai maka dalam keadaan bebas akan mendatangkan banyak repot bagi kami. Aku harus yakin dulu bahwa engkau benar-benar mau bekerja sama, dan setelah aku yakin barulah kita akan bicara seperti antara sahabat dan rekan yang bekerja sama. Nah, sekarang ceritakanlah dulu. Ceritamu akan menjadi pertimbangan apakah benar engkau mau bekerja sama denganku."
Sungguh seorang penjahat yang matang dan cerdik sekali. Seorang lawan yang tangguh dan berbahaya, pikir Kim Hong.
"Baiklah. Dengarkan. Kami berdua tidak sengaja mencampuri urusan harta karun Jenghis Khan ini. Di An-keng kami melihat kakek Ciang Gun dikejar-kejar dan diserang anak buah Liong-kut-pian Ban Lok. Kami lalu turun tangan, akan tetapi tidak berhasil menyelamatkan kakek petani itu walau pun kami dapat membunuh Liong-kut-pian dan dari kakek itu kami menerima kunci emas, dan kami juga ditugaskan untuk mencari puteranya, Ciang Kim Su, membantunya untuk mencari harta karun yang menjadi haknya. Sampai di sini, kami lalu mendengar dari orang she Su ini bahwa peta itu dibagi dua antara dia dan Kim Su dan bahwa peta bagiannya hilang dan Kim Su pun lenyap entah ke mana. Nah, selanjutnya tentu engkau sudah tahu sampai aku terjebak olehmu sekarang ini."
Pat-pi Mo-ko mengerutkan sepasang alisnya yang tebal. "Dan kakek Ciang Gun itu tidak memberikan sebuah peta lain kepada kalian berdua?" tanyanya sambil menatap tajam.
Kim Hong maklum apa artinya pertanyaan ini. Kembali dia mendapat bukti kebenaran dari pemberi tahuan Kok Siang mengenai peta yang tulen. Penjahat ini bukan hanya mencari kunci emas, melainkan juga peta aslinya! Dia menggelengkan kepala dan berkata,
"Kami justru sedang mencari peta itu yang katanya hilang dan kami merasa yakin bahwa engkaulah yang menguasai peta itu, bukan?"
Pat-pi Mo-ko mengangguk. "Memang benar."
"Akan tetapi peta itu tiada gunanya jika engkau tidak memiliki kunci emasnya, bukankah begitu?" Kim Hong memancing karena kiranya tidak perlu disembunyikan lagi kenyataan bahwa mereka saling memperebutkan peta dan kunci emas.
Kakek itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah benda. "Sudah ada padaku."
Kim Hong terkejut, bahkan Kok Siang mengeluarkan seruan heran melihat bahwa benda di tangan kakek itu adalah sebuah kunci emas! Kim Hong segera mengenal kunci emas palsu yang biasanya dibawa oleh Thian Sin! Tentu saja jantungnya langsung berdebar tegang. Bagaimana mungkin kunci emas itu, kunci emas yang palsu, dapat dikuasai oleh kakek ini.
"Dari mana engkau memperoleh kunci emas itu?"
Kakek itu tersenyum. "Tak perlu kau tahu, pokoknya kunci emasnya kini sudah berada di tanganku."
Hening sejenak dan dengan pandangan matanya yang tajam Kim Hong menatap wajah orang. Ia dapat melihat bahwa di dalam mata kakek ini tidak ada sinar tanda kebanggaan atau kemenangan, maka hatinya pun terasa lega.
Entah bagaimana kunci itu dapat diambilnya, akan tetapi dia merasa yakin bahwa Thian Sin dalam keadaan selamat. Kalau kakek ini mampu merobohkan atau membunuh Thian Sin, tentu kakek ini akan merasa bangga sekali, akan membual di depannya atau paling tidak akan nampak di dalam sinar matanya.
"Hemm, Pat-pi Mo-ko, peta sudah ada padamu, juga kunci emasnya sudah ada padamu. Lalu kenapa pula engkau masih mengganggu dan menjebakku? Apa artinya perbuatanmu yang curang ini?"
Kakek hitam tinggi besar itu nampak kecewa dan penasaran sekali. Dia menjatuhkan diri duduk di atas bangku di dekat dipan di mana Kim Hong terbelenggu, dan sambil menatap tajam wajah Kim Hong dia menggelengkan kepalanya.
"Peta yang dibagi dua antara Ciang Kim Su dengan Su Tong Hak itu adalah peta palsu! Tempat itu sudah kuselidiki menurut peta dan aku tidak dapat menemukan apa-apa."
"Ha-ha-ha-ha!" Terdengar Kok Siang tertawa bergelak dan diam-diam Kim Hong merasa kaget dan khawatir sekali. Apakah pemuda itu tidak bisa melihat suasana sehingga berani tertawa, mentertawakan iblis yang sedang dilanda kekecewaan dan penasaran itu?
Benar saja, Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng segera menoleh ke arah pemada itu. Mukanya yang hitam itu menjadi semakin hitam karena marah, matanya mengeluarkan cahaya kilat dan Kim Hong tak akan merasa heran kalau iblis itu segera turun tangan membunuh Kok Siang.
"Orang she Bu, kenapa kau tertawa?" Suara iblis itu terdengar tenang saja, akan tetapi di balik ketenangan itu jelas terbayang kemarahan besar.
Kok Siang yang telah terbebas dari totokan oleh hawa panas tadi, masih saja tertawa geli, kemudian berkata. "Siapa yang tidak akan tertawa mendengar kelucuan itu? Harta karun Jenghis Khan sudah mengorbankan banyak nyawa, tenaga serta pikiran, namun ternyata hanya merupakan lelucon dari Jenghis Khan! Ha-ha-ha-ha, raja itu memang sangat hebat, pandai, kuat, gagah, keras, kejam sekaligus juga seorang pelawak besar!"
Pat-pi Mo-ko bangkit dari tempat duduknya. Dan ketika itu pula, Kim Hong yang melihat bahwa kemarahan iblis itu mungkin saja akan berarti tewasnya Kok Siang yang sudah mengeluarkan ejekan bukan pada saat yang tepat itu, segera berkata,
"Hemmm, Pat-pi Mo-ko, engkau yang sudah menjadi seorang tokoh kawakan dalam dunia kang-ouw, ternyata mudah saja ditipu orang. Kiranya tidak sulit untuk menyelidiki di mana adanya peta yang tulen."
Ucapan Kim Hong ini seperti sinar terang di antara kegelapan yang menyelubungi pikiran Pat-pi Mo-ko, juga membuat semua orang yang hadir di sana langsung memandang ke arahnya. Tak ketinggalan Kok Siang menoleh dan memandang kepada Kim Hong dengan alis berkerut dan pandang mata kaget.
Pat-pi Mo-ko sudah sering mendengar tentang kelihaian dan kecerdikan Pendekar Sadis. Dan karena wanita cantik ini adalah sahabat dan juga kekasih Pendekar Sadis, maka tentu bukan merupakan seorang wanita sembarangan. Timbullah harapan di dalim hatinya.
Sudah berbulan-bulan dia tersiksa oleh rahasia harta karun Jenghis Khan ini. Ketika dia mula-mula dihubungi oleh Su Tong Hak, dia tidak percaya sehingga tidak begitu menaruh perhatian. Dia mengenal saudagar ini melalui Phang-taijin, yakni jaksa di kota raja yang kini menjadi sahabat baik dan pelindungnya.
Pat-pi Mo-ko adalah seorang yang berilmu tinggi dan baru dua tahun dia tinggal dl kota raja setelah meninggalkan goa pertapaannya di sebuah gunung di barat. Begitu terjun ke dunia kang-ouw, dia mengalahkan serta menundukkan semua tokoh sesat sehingga dia pun akhirnya diakui sebagai raja tanpa mahkota di antara tokoh sesat di kota raja dan daerah sekitarnya. Banyak tokoh-tokoh dari luar kota yang merasa penasaran dan datang untuk menentang jagoan baru ini, akan tetapi satu demi satu roboh di tangan Pat-pi Mo-ko sehingga akhirnya tak seorang pun lagi yang berani menantangnya.
Akan tetapi, kota raja bukanlah merupakan tempat di mana seorang tokoh sesat dapat bersimaharajalela seenaknya saja sebab selain di kota raja terdapat banyak orang pandai dan pendekar-pendekar, juga jagoan-jagoan dari istana banyak yang memiliki kepandaian tinggi, di samping adanya para penjaga keamanan yang sangat kuat dan terlampau kuat bagi para penjahat. Oleh karena itu, Pat-pi Mo-ko juga tidak berani menonjolkan dirinya.
Iblis tinggi besar berkulit hitam ini memang memiliki seorang saudara, seorang adik yang kaya raya dan terkenal dengan sebutan Bouw Wan-gwe (hartawan Bouw), yang tinggal di kota raja. Akan tetapi, adiknya ini sejak muda tidak suka kepada kakaknya yang memiliki kebiasaan dan kesukaan yang lain dari pada dia. Jika sejak kecil dia tekun berdagang dan mencari uang, maka kakaknya itu lebih suka berkeliaran, belajar ilmu silat, dan bergulang-gulung dengan orang-orang jahat. Maka Bouw wan-gwe ini pun diam-diam merasa tidak suka kepada Pat-pi Mo-ko!
Biar pun dengan terpaksa karena takut, akhirnya Bouw Wan-gwe memberi juga uang dan bahkan membelikan sebuah rumah untuk kakaknya itu. Kemudian, pada suatu hari Bouw Wan-gwe memperkenalkan kakaknya itu kepada Phang-taijin, yakni seorang jaksa di kota raja yang pada waktu itu sedang membutuhkan bantuan orang yang memiliki kepandaian tinggi, yaitu untuk menyingkirkan beberapa orang musuhnya.
Sebagai seorang jaksa, Phang-taijin mempunyai tiga orang musuh, dan dua di antaranya adalah sesama rekannya yang menentangnya karena urusan sogokan orang yang terlibat dalam perkara dan dua orang itu mengancam untuk melaporkan kecurangannya di dalam menangani perkara itu kepada atasan. Dan seorang lainnya adalah seorang penjahat yang merasa dilakukan dad diadili secara sewenang-wenang oleh Phang-taijin.
Melihat bahwa kedudukan jaksa Phang-taijin akan dapat melindungi dirinya, maka dengan senang hati Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng memenuhi permintaan ini lantas dengan mudah dia dapat membunuh tiga orang musuh yang membahayakan keselamatan Phang-taijin itu tanpa ada yang mengetahui dan menyangkanya. Mulai saat itulah Pat-pi Mo-ko menjadi orang kepercayaan Phang-taijin.
Pat-pi Mo-ko lalu melindungi pembesar itu dari para saingannya, sebaliknya pembesar itu melindungi si penjahat untuk bersembunyi di kejaksaan. Bahkan dengan mudahnya Pat-pi Mo-ko menghubungi banyak tokoh penjahat di ibu kota, menguasai mereka dan menekan mereka supaya mereka semua melakukan operasinya di luar kota raja. Dengan demikian, mereka tak akan bentrok dengan kedudukan dan tugas Phang-taijin, sebaliknya pembesar ini pun menutupkan matanya terhadap pembantunya yang menjadi raja tanpa mahkota di antara para tokoh penjahat di kota raja.
Ketika Pat-pi Mo-ko berhubungan dengan Su Tong Hak, dia berhasil menguasai dua peta yang ada di tangan Su Tong Hak dan Ciang Kim Su dan dengan perjanjian akan bekerja sama kemudian memperoleh bagian masing-masing, mereka berdua lalu mencari tempat rahasia menurut petunjuk peta itu. Namun, hasilnya selalu nihil dan gagal!
Sampai berbulan-bulan mereka mencari-cari, akan tetapi ternyata peta itu tidak membawa mereka ke tempat penyimpanan harta karun yang diidam-idamkan itu. Terlebih lagi kunci emas belum juga dapat ditemukan.
Baru belakangan ini mereka mendengar mengenai kunci emas ini dan ketika Pat-pi Mo-ko mengutus orangnya menuju ke dusun Cin-bun-tang di daerah An-keng, utusan itu kembali dengan tangan kosong dan mengatakan bahwa kakek petani itu dan isterinya telah tidak ada lagi di dusun. Isterinya terbunuh oleh orang jahat dan kakek itu sendiri lenyap tanpa ada yang mengetahui ke mana perginya!
Tentu saja Pat-pi Mo-ko amat menjadi penasaran, marah dan kecewa. Sampai akhirnya dia mendengar dari sisa-sisa anak buah Liong-kut-pian Ban Lok yang dilaporkan oleh para pembantunya bahwa Ban Lok serta kawan-kawannya yang telah membunuh suami isteri petani itu, juga betapa Ban Lok terbunuh oleh seorang pemuda dan seorang gadis yang lihai sekali, juga bahwa diduga, kunci emas itu berada di tangan pemuda dan dara itu. Maka mulailah anak buahnya melakukan pengejaran dan pencarian, juga dia mengutus muridnya untuk mendekati mereka sesudah dia mendengar bahwa pemuda itu ternyata adalah Pendekar Sadis!
Sesudah berhasil menerima kunci emas dari muridnya sebagai hasil bujuk rayu muridnya atau keponakannya yang cantik itu terhadap Pendekar Sadis, hatinya menjadi semakin kecewa dan penasaran lagi. Kunci emas sudah didapatkan, akan tetapi peta itu ternyata palsu dan tidak mampu membawanya ke tempat penyimpanan harta karun Jenghis Khan. Inilah yang membuat dia semakin kecewa dan penasaran.
Kini, dalam keadaan hampir putus asa mendengar ucapan Kim Hong yang mengatakan bahwa tidak sukar untuk menyelidiki di mana adanya peta yang tulen, tentu saja serentak semangatnya tergugah dan harapannya timbul kembali. Wajahnya telah berseri ketika dia mendekati dipan di mana Kim Hong terbelenggu.
"Nona Toan, maukah engkau bekerja sama dengan kami?"
Kim Hong mengerutkan alisnya, mengambil sikap seperti orang berpikir. Padahal gadis ini memang sengaja mencari kesempatan untuk membuat penjahat ini membutuhkan dirinya. Melihat kunci emas itu sudah berada di tangan penjahat ini, sungguh pun dia tidak melihat tanda-tanda bahwa kekasihnya mengalami bencana, namun hatinya merasa gelisah dan ragu.
Betapa pun juga, kenyataan membuktikan bahwa kekasihnya telah menyerahkan kunci itu atau dipaksa menyerahkan dan tentu telah terjadi sesuatu dengan Thian Sin. Kalau hal ini benar, maka sebaiknyalah kalau dia mendekati dan berbaik dengan Pat-pi Mo-ko, bukan karena harta karun itu sebab dia tahu bahwa kepala penjahat ini hanya memiliki peta dan kunci palsu belaka.
Akan tetapi dia harus lebih dulu tahu bagaimana keadaan Thian Sin. Lagi pula, dia harus pula melindungi Kok Siang yang masih tertawan, sebab dia berkeyakinan bahwa pemuda inilah yang menguasai peta aslinya, sedangkan kunci emas yang asli ada pada dia dan Thian Sin.
"Pat-pi Mo-ko, kita sama-sama adalah petualang-petualang dan di mana ada kesempatan untuk mendapat keuntungan besar, tentu saja kami mau bekerja sama denganmu. Akan tetapi, bekerja sama yang bagaimana maksudmu?"
“Terlebih dahulu engkau harus mmbantuku mencari peta asli dan menemukan harta karun Jenghis Khan."
"Imbalannya?"
"Engkau mendapatkan seperempat bagian."
"Aku tidak mau menyerahkan sebagian dari hakku yang setengahnya atas harta karun itu kepadanya!" Tiba-tiba Su Tong Hak berkata.
"Diam dan jangan mencampuri urusan kami!" Bouw Kim Seng membentak dan pedagang itu undur kembali dengan alis berkerut.
"Pat-pi Mo-ko, engkau berkali-kaii mengajak aku untuk bekerja sama, akan tetapi engkau memperlakukan aku sebagai tawanan. Mana mungkin ini?"
"Maukah engkau? Berjanjilah lebih dahulu dan aku akan membebaskanmu."
"Aku berjanji akan bekerja sama denganmu!" kata Kim Hong dengan suara bersungguh-sungguh.
"Toan Kim Hong!" Tiba-tiba Kok Siang berteriak dan nampak marah bukan main. "Kiranya sebegitu saja keteguhan hatimu! Setelah terjepit, nampak belangmu dan engkau mau saja bekerja sama dengan kalangan sesat? Huh, ternyata engkau hanya petualang yang haus akan harta kekayaan!"
"Bu Kok Siang! Tutup mulutmu dan jangan mencampuri urusanku!" Kim Hong juga turut membentak dengan nada marah.
"Engkau tidak tahu malu! Engkau pengecut! Huh, kalau aku bebas, sebelum menggempur para penjahat ini, engkau akan kuhancurkan lebih dulu!" Kok Siang berteriak marah.
"Kutu buku yang pura-pura menjadi orang gagah! Siapa takut akan ancamanmu? Engkau takkan lolos dari tempat ini dengan hidup!" Kim Hong memaki dan kedua orang itu saling mencela dan memaki.
Melihat hal ini, Pat-pi Mo-ko diam-diam memandang dengan sinar mata berkilat dan wajah berseri. Dia menghampiri Kim Hong dan dengan kedua tangannya sendiri dia melepaskan belenggu besi dari kaki serta tangan gadis itu dengan kunci, kemudian memulihkan jalan darah gadis itu yang masih tertotok.
Kim Hong mengurut pergelangan kaki serta tangannya yang terasa nyeri bekas belenggu besi. Pat-pi Mo-ko dan para pembantunya bersiap menghadapi kalau-kalau gadis itu akan melanggar janjinya dan mengamuk. Akan tetapi Kim Hong sama sekali tidak mengamuk, melainkan membereskan pakaiannya, kemudian memandang kepada Pat-pi Mo-ko sambil tersenyum.
"Mana siang-kiamku, apakah tidak dikembalikan kepadaku setelah kita menjadi rekan?"
"Nanti dulu, nona Toan, jangan tergesa-gesa. Pedang pasangan itu berada padaku dan bila engkau membutuhkan, tentu akan kuberikan kepadamu. Sekarang katakan lebih dulu, apa maksudmu tadi mengatakan bahwa tidak sulit untuk menyelidiki di mana adanya peta yang tulen?"
Kim Hong duduk di atas dipan bekas tempat dia dibelenggu, melonjorkan kedua kakinya sambil menarik otot-ototnya yang tegang sebelum menjawab. Ia menatap wajah penjahat besar itu dan tahu bahwa ia harus berhati-hati.
Sikap Pat-pi Mo-ko dan para pembantunya jelas menaruh kecurigaan besar terhadapnya. Ia harus berdaya upaya menarik kepercayaan mereka. Hanya dengan demikianlah maka dia akan bisa memperoleh kesempatan untuk meloloskan diri dari tempat itu, juga untuk menyelamatkan Kok Siang, dan kalau perlu menolong Thian Sin, kalau benar seperti yang dikhawatirkannya bahwa kekasihnya itu mungkin saja terjebak pula seperti dia dan Kok Siang.
"Pat-pi Mo-ko, apa sih sukarnya untuk menyelidiki hal itu? Pertama-tama, pembawa peta itu adalah Ciang Kim Su maka dialah orang pertama yang mungkin saja menyembunyikan peta asli karena dia penemunya sehingga memiliki kesempatan menggantikannya dengan peta palsu untuk melindungi yang tulen kalau terjadi sesuatu. Maka kepadanyalah harus ditanyakan di mana adanya peta yang tulen, yakni kalau dia masih hidup."
Pat-pi Mo-ko mengangguk. "Sudah kami lakukan itu akan tetapi tanpa hasil."
"Hemmm, apa sukarnya menyiksanya sampai dia mengaku? Dia hanya seorang pemuda petani lemah, disiksa sedikit saja tentu akan mengaku," Kim Hong berkata dengan sikap kejam. "Aku tahu mengenai beberapa cara penyiksaan yang akan membuat orang lemah mengaku. Misalnya, mencabuti kuku jari kaki dan tangan satu demi satu, menusukkan jarum ke bawah kuku jari tangan, merobek kulit pelipis melalui tarikan rambut pelipis ke atas. Biarkan aku yang menyiksanya, tentu dia mengaku."
"Tidak, jangan siksa lagi dia! Dia sudah hampir... hampir mati..."
"Plakkk!" Tubuh pedagang itu terpelanting ketika terkena sambaran tangan Pat-pi Mo-ko yang menamparnya.
"Sudah beberapa kali kuperingatkan. Jangan engkau lancang mulut dan ikut mencampuri urusan ini! Sekali lagi melanggar, aku akan lupa diri dan akan membunuhmu pula!"
Su Tong Hak yang tadinya merasa menjadi sekutu tokoh sesat itu, sekarang hanya dapat berdiri dengan muka pucat dan barulah dia menyadari bahwa dia sendiri berada di dalam bahaya, bahwa nyawanya bagai telor di ujung tanduk. Mulailah dia merasa ketakutan dan bingung, hanya mengangguk-angguk dan mundur sampai ke sudut ruangan.
Tentu saja semua ucapan dan sikap ini tidak terlepas dari pandang mata Kim Hong yang tajam. Dia menduga bahwa agaknya pemuda petani itu masih hidup, akan tetapi dalam keadaan parah karena disiksa. Mulailah dia bisa mengerti dan menggambarkan keadaan.
Agaknya pemuda petani itu sudah datang ke kota raja dan diantar oleh pamannya yang berhati busuk itu kepada Louw siucai. Dan siucai tua itu telah menterjemahkan peta, akan tetapi mungkin sekali siucai itu telah menukarnya dengan peta yang palsu. Sesudah peta itu diterjemahkan lalu diterima oleh Kim Su dan dibagi dengan pamannya.
Akan tetapi agaknya Su Tong Hak bersekongkol dengan Pat-pi Mo-ko dan pemuda petani yang sedang menuju pulang itu lantas diculik serta dirampas bagian petanya. Kemudian, setelah gagal menemukan tempat rahasia harta karun melalui peta, barulah Pat-pi Mo-ko sadar bahwa peta itu palsu dan mereka lalu menyiksa Ciang Kim Su yang mereka kira mengetahui di mana adanya peta yang asli.
"Nona Toan, perkiraanmu itu pun telah menjadi perkiraan kami. Akan tetapi agaknya peta tulen tidak berada di tangan pemuda petani itu."
"Kalau begitu, masih ada beberapa kemungkinan lain. Peta tulen itu bisa saja berada di tangan sastrawan yang menterjemahkan itu, yang menukarnya dengan yang palsu. Akan tetapi, sastrawan itu kabarnya sudah mati terbunuh, jadi tentu peta itu berada di tangan pembunuhnya." Berkata demikian, Kim Hong menanti dan memandang penuh perhatian.
"Tidak…! Tidak...!" Tiba-tiba saja Su Tong Hak berteriak saat melihat betapa Pat-pi Mo-ko menoleh dan memandang kepadanya dengan sinar mata mencorong ganas. "Kami sudah memeriksa dengan teliti dan tidak menemukan apa-apa di rumahnya. Tanya saja kepada Hai-pa-cu Can Hoa kalau tidak percaya!"
"Sesungguhnyalah, kami berdua tidak menemukan apa-apa di sana." Kata Hai-pa-cu Can Hoa dengan suara tenang.
Tentu saja jawaban kedua orang ini langsung menjelaskan kepada Kim Hong dan juga kepada Kok Siang siapa orangnya yang membunuh Louw siucai. Bukan lain adalah Su Tong Hak yang mungkin menjadi penunjuk jalan, sedangkan yang melaksanakan adalah Hai-pa-cu Can Hoa! Akan tetapi Kok Siang sama sekali tidak memperlihatkan reaksi apa pun pada wajahnya yang masih memandang kepada Kim Hong dengan marah.
"Hemm, dalam urusan ini banyak orang tersangkut dan kita tidak tahu siapa yang palsu. Akan tetapi, kalau kita bekerja sama, aku pasti akan menemukan peta itu, Pat-pi Mo-ko! Aku berjanji akan menemukannya sekaligus menemukan orangnya yang bertindak curang kepadamu!"
Pat-pi Mo-ko tersenyum, "Bagaimana pun juga, engkau yang tadi masih menjadi musuh kami, mana mungkin dapat kupercaya kalau tidak ada bukti tentang kesetia kawananmu lebih dulu?"
"Engkau hendak mencoba? Cobalah!" kata Kim Hong.
"Memang kami harus menguji kesetiaanmu dulu. Malam ini juga, engkau harus membantu kami menundukkan saingan kita. Engkau sudah membunuh Liong-kut-pian Ban Lok. Nah, gerombolannya itulah saingan kita dan hampir saja mereka dapat merampas kunci emas dari kakek Ciang Gun. Liong-kut-pian Ban Lok masih memiliki seorang suheng yang jauh lebih lihai dari padanya, dan suheng-nya itulah yang kini memimpin gerombolan mereka untuk menyaingi kita. Siapa tahu, mereka sudah berhasil mendapatkan peta yang tulen! Maka, sebelum mereka bergerak mendapatkan kunci emasnya yang sudah ada padaku, kita harus mendahului mereka dan menghancurkan mereka. Membasmi musuh-musuh yang akan mendatangkan kerepotan harus sampai ke akar-akarnya. Nah, apakah engkau sanggup membantuku?"
"Baik, aku akan membantumu, Mo-ko. Akan tetapi kutu buku itu tak ada sangkut pautnya dengan urusan kita. Lebih baik tendang dia keluar saja!"
Pat-pi Mo-ko memandang tajam. "Apakah engkau tidak ingin melihat dia tersiksa atau pun terbunuh dan malah menghendaki dia bebas, nona?"
Kim Hong tersenyum mengejek. "Apa peduliku dengan dia? Kami bukan apa-apa, hanya secara kebetulan saja berkenalan!"
"Kalau begitu, biarlah sementara dia menjadi tahanan kita di sini hingga selesai urusan ini. Kalau sekarang dia dibiarkan bebas, tentu dia hanya akan mendatangkan kerepotan saja. Dia telah berani menentangku, karena itu dia harus dihukum!"
Pat-pi Mo-ko lalu memerintahkan anak buahnya untak menjaga baik-baik pemuda itu agar jangan sampai lolos, akan tetapi juga melarang pemuda itu diganggu atau dibunuh. Dan setelah itu, dia pun mengajak Kim Hong pergi meninggalkan Kok Siang.
Ketika Kim Hong melihat bahwa pasukan yang hendak dibawa oleh tokoh sesat itu sama sekali bukan anak buahnya atau orang-orang biasa, melainkan pasukan pemerintah, dia merasa heran sekali. Ditanyakannya hal ini kepada Bouw Kim Seng dan orang ini tertawa.
"Memang sebaiknya kita berlindung di balik pasukan pemerintah yang kebetulan hendak mengadakan pembersihan terhadap sarang-sarang penjahat, bukan? Ha-ha, nona Toan. Orang harus mempergunakan kecerdikan otak, bukan hanya mengandalkan kekuatan otot belaka."
"Di mana pedangku?"
"Jangan khawatir, pedangmu sudah dibawa dan sewaktu-waktu kau membutuhkan tentu akan kuserahkan kepadamu."
"Mo-ko, engkau masih tidak percaya kepadaku! Hemm, andai kata aku melanggar janjiku, sekarang pun aku dapat berbalik melawanmu, tidak perlu mempergunakan pedang!" kata Kim Hong mendongkol.
Kakek hitam itu tertawa. "Engkau tak akan menentangku, nona. Engkau terlampau cerdik untuk melakukan kebodohan itu. Pertama, engkau telah mengeluarkan janji membantuku. Ke dua, kalau engkau memberontak, engkau akan berhadapan langsung dengan aku dan pasukan pemerintah. Ke tiga, pemuda sastrawan itu juga akan kami bunuh lebih dulu. Ke empat, engkau tidak akan mendapatkan bagian harta karun Jenghis Khan. Ha-ha-ha-ha, tidak, engkau tidak sebodoh itu."
Kim Hong merasa lega. Setidaknya, dia merasa yakin bahwa untuk sementara waktu Kok Siang berada dalam keadaan aman. Ia tadi memang sengaja telah memperlihatkan sikap mengejek dan menghina pada Kok Siang yang lantas ditanggapi secara baik sekali oleh pemuda sastrawan yang cerdas itu. Mereka memperlihatkan sikap yang saling mengejek dan bermusuhan sehingga dengan demikian pemuda itu dijauhkan dari prasangka buruk. Kalau sampai diketahui atau terduga oleh Mo-ko bahwa peta aslinya berada pada tangan pemuda itu, tentu keselamatan Kok Siang takkan dapat dijamin lagi.
Untuk sementara ini, dia harus berpura-pura menurut dan bekerja sama dengan iblis ini. Kalau tidak, selain nyawa Kok Siang terancam, juga dia sendiri dapat terancam bahaya besar. Ia harus menyelamatkan Kok Siang dulu, baru dia akan meloloskan diri sendiri dan hal ini agaknya tidak akan mudah, harus menanti saat yang baik…..
********************
Penyerbuan ke sarang penjahat bekas pimpinan Liong-kut-pian Ban Lok berjalan dengan sangat lancar. Anak buah penjahat yang jumlahnya hanya kurang lebih dua puluh lima orang itu tidak sanggup mengadakan perlawanan yang berarti terhadap serbuan seratus orang pasukan keamanan. Mereka dirobohkan atau ditangkap dengan alasan melakukan kejahatan dan kekacauan di kota raja.
Tentu saja mereka melakukan perlawanan, namun segera mereka itu tertangkap semua karena kalah banyak. Hanya seorang saja yang masih terus mengamuk dan dia ini adalah Sin-siang-to Tang Kin.
Sesuai dengan julukannya, Sin-siang-to (Sepasang Golok Sakti) dengan gencar memutar sepasang goloknya sehingga tidak ada anggota pasukan yang mampu mendekatinya, apa lagi menangkapnya. Sepasang goloknya membentuk sinar bergulung-gulung yang sangat dahsyat dan setiap ada senjata prajurit yang mendekat, tentu terpental atau patah-patah.
Tiba-tiba saja Pat-pi Mo-ko berteriak menyuruh komandan pasukan menarik mundur para prajurit yang mengeroyok Sin-siang-to Tang Kin. Dia sendiri bersama Kim Hong kemudian menghampiri kepala gerombolan itu. Kim Hong memandang dengan penuh perhatian.
Kepala gerombolan itu adalah seorang kakek yang usianya sekitar lima puluh lima tahun, bertubuh tinggi kurus. Suheng dari mendiang Liong-kut-pian Ban Lok ini memang jauh lebih lihai dari pada sute-nya. Dari permainan sepasang golok tadi Kim Hong telah melihat betapa lihainya sepasang golok itu. Dia sendiri tadi membantu Mo-ko, dan dengan mudah merobohkan beberapa orang anak buah gerombolan musuh.
Sin-siang-to Tang Kin melintangkan sepasang goloknya di depan dada, lalu memandang kepada Pat-pi Mo-ko dan Kim Hong dengan kedua mata mendelik marah. Tadi dia sudah mendengar dari laporan para anak buahnya sebelum mereka itu ditangkap semua bahwa penyerbuan pasukan pemerintah ini dipimpin oleh Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng, tokoh jahat di kota raja yang seolah-olah menjadi raja di antara para penjahat, akan tetapi yang selalu menyembunyikan diri itu.
Dan dia pun mendengar bahwa wanita cantik yang membunuh sute-nya juga ikut datang bersama Pat-pi Mo-ko. Kini, biar pun dia belum pernah bertemu dengan mereka berdua, begitu berhadapan, dia tahu bahwa inilah dua orang itu.
"Hemm, sekarang nampak semua belangmu, Pat-pi Mo-ko!" katanya mengejek. "Kiranya engkau berlindung di bawah naungan pasukan pemerintah. Huh, tokoh kang-ouw macam apa engkau ini?"
Pat-pi Mo-ko hanya tertawa saja dan tidak menjadi marah. "Sin-siang-to, sudah lama aku mendengar namamu yang menggempartan di pantai timur dan baru karena kebetulan kita dapat saling bertemu di sini. Engkau melanjutkan gerakan sute-mu, memimpin anak buah mengacau di kota raja. Kalau kini pasukan kami datang membasmi gorombolanmu, hal itu sudah jamak dan jangan kau menyalahkan aku. Aku menentang sute-mu karena dia telah berani menyaingi aku. Sekarang semua anak buahnya telah diringkus. Kalau engkau mau membantuku dan bekerja untukku, biarlah aku ampuni engkau dan kita bekerja sama!"
"Lebih baik mampus! Siapa takut kepadamu?" bentak Sin-siang-to sambil mengelebatkan goloknya.
"Ha-ha, sudah kuduga bahwa engkau akan keras seperti itu, aku sengaja mengajak nona Toan ini untuk membunuhmu seperti yang telah dilakukannya terhadap sute-mu."
Kini Sin-siang-to Tang Kin menatap tajam kepada Kim Hong. Sambil menudingkan golok kanannya ke arah muka Kim Hong, dia lalu berkata, "Aku telah mendengar bahwa sute-ku tewas di tanganmu. Hal ini kuanggap lumrah karena memang sute-ku bermain api. Akan tetapi, sekarang ternyata bahwa engkau hanyalah kaki tangan Pat-pi Mo-ko, maka mari kita membuat perhitungan atas kematian sute!" Sesudah berkata demikian, Sin-siang-to lantas menerjang ke depan dan dua sinar berkelebat menyambar dari kanan kiri, ke arah leher dan pinggang Kim Hong.
Kim Hong dapat menduga orang macam apa adanya ahli golok ini. Seorang tokoh sesat juga, maka dia pun tidak ragu-ragu untuk menghadapinya. Menyingkirkan seorang seperti ini bukan hanya perlu untuk menumbuhkan kepercayaan Pat-pi Mo-ko kepadanya, akan tetapi juga berarti menyingkirkan sebuah sumber penyakit dari rakyat jelata.
Karena dia memperoleh kenyataan bahwa Pat-pi Mo-ko tidak juga memberikan sepasang pedangnya kepadanya, maka dia pun bergerak cepat mengelak dari dua serangan yang cukup berbahaya itu. Gerakannya memang gesit luar biasa, karena ginkang dari nona ini sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sehingga Sin-siang-to Tang Kin terkejut bukan main ketika tiba-tiba melihat nona itu menghilang.....!