Pendekar Lembah Naga Jilid 61

Sin Liong terkejut sekali. Maklumlah dia bahwa setelah mempelajari ilmu dari ouwyang Bu Sek atau lebih tepat lagi, dari Bu Beng Hud-couw, pangeran ini telah menguasai ilmu yang luar biasa. Pukulannya ini saja ampuhnya menggila!

Maka dia pun cepat-cepat meloncat ke belakang, kemudian dengan hati-hati dia menaruh bungkusan roti kering, botol arak dan pakaian berikut sepatu di bawah pohon. Pada saat itu, Ceng Han Houw telah menerjangnya lagi, merasa penasaran karena pukulan pertama dihindarkan oleh Sin Liong dengan loncatan jauh ke belakang.

Dia mengira bahwa pemuda itu gentar menghadapinya. Gentar atau tidak, mau atau tidak sekali ini Sin Liong harus melayaninya bertanding, kalau tidak, dia akan membunuhnya! Dia maklum bahwa kalau belum dapat mengalahkan Sin Liong maka dia akan masih terus merasa penasaran. Dia telah melihat kehebatan ilmu dari pemuda yang dianggap sebagai adiknya ini, ketika Sin Liong mengamuk dan merobohkan orang-orang kang-ouw dengan amat mudahnya.

Sin Liong kini sudah siap. Dia tahu bahwa tidak ada jalan lain untuk menolak serangan pangeran itu yang hendak memaksanya mengadu ilmu. Tentu saja dia tidak mau mati konyol dan juga sekarang tidak ada alasan untuk mengalah lagi. Sudah berkali-kali dia mengalah demi menyelamatkan nyawa orang lain, akan tetapi sekarang mereka berdua bertemu di hutan itu tanpa saksi, tanpa ada hal-hal yang memaksanya untuk mengalah, maka tentu saja dia tidak ingin membiarkan dirinya dipukul sampai mati.

Begitu pukulan Han Houw datang, pukulan yang dahsyat bukan main sebab kedua tangan pemuda bangsawan itu maju dengan kecepatan kilat, yang kiri memukul dengan tangan miring ke arah lehernya, yang kanan menusuk dengan jari tangan ke arah ulu hatinya, dia pun cepat menggerakkan dua tangannya yang melakukan gerak dan diisi dengan tenaga Thian-te Sin-ciang.

"Plakk! Plakkk!"

Keduanya terpelanting!

"Bagus!" Han Houw gembira bukan main.

Memang dugaannya tidak kosong. Adik angkatnya ini kuat sekali sehingga tangkisannya tadi mengandung tenaga besar yang membuat dia terpelanting, sungguh pun tenaganya sendiri pun membuat Sin Liong terpelanting pula. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam tenaga sinkang, mereka memiliki kekuatan seimbang.

Namun Han Houw masih belum merasa puas. Tenaga yang dikeluarkannya tadi belum sepenuhnya, baru tiga per empat bagian saja. Maka kini dia menggereng dan kembali dia menubruk dengan serangan pukulan dahsyat, menggunakan seluruh tenaganya, dengan kedua tangan dia mendorong ke arah dada Sin Liong untuk membikin pecah dada lawan itu.

Sin Liong mengerti bahwa kakak angkatnya ini merasa penasaran dan hendak mengadu tenaga. Baiklah, pikirnya. Dia sudah mewarisi Thian-te Sin-ciang dari mendiang Kok Beng Lama, maka kini dia pun menahan napas dan mempergunakan seluruh tenaganya dari pusat di bawah perut, menyalurkannya kepada kedua lengannya dan dia pun mendorong untuk menyambut hantaman lawan.

"Desssss...!"

Hebat bukan main akibat adu tenaga keras lawan keras itu. Keduanya terjengkang dan bergulingan sampai beberapa meter jauhnya, dan sesudah keduanya meloncat bangun, wajah Sin Liong pucat sekali akan tetapi pada ujung bibir kiri Ceng Han Houw nampak setetes darah segar!

"Bukan main! Tenagamu amat luar biasa!" kata Han Houw agak terengah.

"Houw-ko, perlukah pertandingan gila ini dilanjutkan?"

"Haiiitttttt...!"

Pukulan yang datang disertai loncatan kilat ini benar-benar dahsyat bukan main. Saat itu Sin Liong sedang bicara, maka dia kurang cepat sehingga biar pun dia dapat menangkis pukulan itu, tetap saja hawa pukulan yang amat berat menghimpit pundaknya, membuat dia terpelanting kemudian bergulingan sampai beberapa meter jauhnya.

Han Houw girang sekali. Akalnya berhasil, yaitu mempergunakan kesempatan selagi Sin Liong bicara tadi melakukan serangan kilat. Melihat tubuh lawan bergulingan itu dia sudah meloncat dan mengejar, mengirim pukulan lagi ke arah kepala Sin Liong ketika pemuda ini sedang bangun.

Sin Liong yang sudah waspada itu cepat-cepat miringkan kepala dan menerima pukulan itu dengan bahunya.

"Dukkk...!"

Tangan kanan Han Houw tepat mengenai bahu kiri Sin Liong, akan tetapi tubuh Sin Liong tidak bergoyang, sebaliknya pangeran itu yang terbelalak.

"Aihhhh...!" Dia terkejut bukan main karena begitu tangannya yang memukul itu mengenai bahu lawan, dia merasakan sesuatu yang lunak dan tiba-tiba tenaga sinkang-nya sudah membanjir keluar memasuki tubuh Sin Liong melalui kontak antara tangannya dan bahu adik angkat itu.

"Thi-khi I-beng...!" serunya.

Mendadak tangannya itu menjadi lemas dan tentu saja tangan yang tidak lagi dipenuhi hawa sinkang ini tidak dapat disedot oleh Thi-khi I-beng maka dengan mudah Han Houw sudah dapat menarik kembali tangannya tanpa mengerahkan tenaga. Ternyata dia sudah mempunyai persiapan menghadapi ilmu mukjijat itu dan memperoleh ajaran dari Hek-hiat Mo-li. Begitu tangannya terlepas, dia langsung mengirim tusukan dengan dua jari tangan kiri mengarah kedua mata Sin Liong.

"Syuuuttt...!"

Untunglah Sin Liong cepat melompat ke belakang. Kalau sampai kedua matanya terkena tusukan itu, tentu akan menjadi buta, tanpa dia dapat melindungi matanya.

Ceng Han Houw merasa semakin penasaran. Tadi dia telah mengalami kekagetan ketika Sin Liong menggunakan Thi-khi I-beng dan meski pun sinkang-nya tidak sampai tersedot banyak, namun dia menganggap hal itu sebagai kekalahan di fihaknya, kalah segebrakan. Maka untuk menebus kekalahan ini, dia telah meloncat ke depan, kembali menerjang dan memukul dengan tenaga pukulan Hok-liong Sin-ciang. Inilah salah satu di antara ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari kitab Bu Beng Hud-couw dan dia memperoleh petunjuk sendiri dari ‘bayangan’ kakek dewa itu, maka hebatnya pukulan itu bukan main.

Melihat pukulan yang mengeluarkan suara sampai bercuitan itu, dengan gelombang hawa berputaran menyambar ke arahnya, Sin Liong maklum bahwa pangeran itu benar-benar menyerangnya dengan sungguh-sungguh dan agaknya siap untuk membunuhnya, karena itu dia pun tidak mau mengalah lagi. Dia pun langsung mengeluarkan jurus dari Hok-mo Cap-sha-ciang, menyambut pukulan lawan itu sambil mengerahkan tenaga sepenuhnya.

"Dessss...!"

Kembali mereka bertemu di udara karena keduanya meloncat, dan kedua tangan mereka saling bertemu didahului hawa pukulan yang dahsyat bukan main dan akibatnya, kembali keduanya terjengkang, terbanting keras dan bergulingan ke belakang.

Sepasang mata Han Houw menjadi merah. Tadinya dia mengangkat dan memandang diri sendiri terlalu tinggi. Tak pernah dibayangkannya bahwa dia sampai bisa dibuat terbanting seperti itu, bahkan telah dua kali padahal baru bertanding dalam beberapa gebrakan saja, sungguh pun lawannya juga sama-sama terbanting. Hal ini dianggapnya tak masuk akal, bahkan menghinanya!

Maka sambil mengeluarkan seruan nyaring melengking dia lalu meloncat dan menyerang lagi, mengirim pukulan bertubi-tubi mengandalkan kecepatannya bergerak. Memang hebat sekali pangeran ini. Gerakannya cepat bagaikan seekor burung walet yang menyambar-nyambar, kedua kaki serta tangannya bertubi-tubi mengirim serangan ke arah tubuh Sin Liong, mengarah bagian-bagian tubuh yang paling berbahaya karena lemah.

Namun Sin Liong menyambut dengan sama cepatnya dan mereka saling serang dengan amat hebatnya. Terjadilah pertandingan yang amat seru dan andai kata ada orang yang menonton pertandingan itu, dia tentu akan menjadi bingung karena sukarlah mengikuti gerakan mereka berdua itu dengan pandang mata, yang nampak hanya dua bayangan yang menjadi satu, berkelebatan dengan kecepatan yang luar biasa.

Agaknya Han Houw memang sengaja hendak menguras dan mencoba semua ilmu yang dimiliki oleh adik angkatnya ini, maka dia tidak segera mempergunakan ilmu yang paling diandalkannya, yaitu Hok-te Sin-kun. Ilmu ini merupakan andalan yang terakhir, maka dia hendak menguji kepandaian Sin Liong dengan ilmu-ilmu yang lain lebih dulu.

Dan sebaliknya, walau pun di dalam hatinya dia mulai merasa penasaran kepada kakak angkat yang wataknya aneh ini, namun Sin Liong masih tetap teringat budi yang pernah diterimanya dari Han Houw, maka dia pun tidak mau mengeluarkan jurus terampuh dari Hok-mo Cap-sha-ciang, tetapi melayani pangeran itu dengan ilmu-ilmu silat yang dahulu pernah dipelajarinya dari kakeknya, yaitu San-in Kun-hoat dan Thai-kek Sin-kun, kadang-kadang menggantinya dengan pukulan-pukulan Thian-te Sin-ciang. Tiga macam ilmu silat ini adalah ilmu-ilmu silat tingkat tinggi, maka cukuplah untuk dapat membendung semua serangan Han Houw, bahkan dapat pula mengirimkan serangan balasan yang tidak kalah dahsyatnya.

Sesudah mereka bertanding selama seratus jurus dan belum juga ada yang kalah atau menang, kedua lengan mereka sudah menjadi matang biru karena sering beradu dengan kekuatan seimbang, dan daun-daun pohon banyak yang rontok karena sambaran hawa pukulan mereka, Han Houw mulai merasa penasaran sekali. Kini tahulah dia bahwa adik angkatnya ini benar-benar merupakan lawan yang amat tangguh dan berat, dan kalau tidak dilenyapkan dari permukaan bumi, tentu akan menjadi penghalang terbesar baginya untuk dapat menjadi jagoan nomor satu di dunia. Sebab itu dia mulai mempertimbangkan untuk mempergunakan ilmu andalannya yang terakhir, yaitu Hok-te Sin-kun.

Akan tetapi sebelum dia mulai, mendadak muncul sesosok bayangan yang tidak nampak jelas dalam cuaca yang sudah mulai remang-remang itu. Han Houw hanya melihat betapa bayangan ini adalah seorang lelaki yang bertubuh kecil ramping, agaknya masih seorang pemuda remaja. Akan tetapi pemuda remaja itu mengangkat sebongkah batu besar dan kini pemuda itu melontarkan batu besar yang diangkatnya ke arahnya ketika dia meloncat ke belakang menjauhi Sin Liong untuk memulai ilmunya yang hebat, yaitu Hok-te Sin-kun!

Sin Liong juga melihat pemuda remaja itu yang dia kenal sebagai Bi Cu! Karena memakai pakaian pria, pakaian tosu Pek-lian-kauw, maka Han Houw tidak mengenalnya, apa lagi cuaca saat itu mulai gelap, dan menyangka bahwa Bi Cu adalah seorang pemuda remaja.

Sin Liong melihat serangan yang dilakukan oleh Bi Cu untuk membantunya. Batu besar itu lewat di dekatnya dan dia kemudian menggerakkan kedua tangan mendorongnya dan membantu luncuran batu itu dengan tenaga sinkang-nya hingga batu itu melesat dengan kekuatan yang amat hebat!

Sementara itu, saat melihat pemuda remaja itu melemparkan batu besar ke arahnya, Han Houw tersenyum. Tentu mudah baginya untuk mengelak atau menangkis, akan tetapi dia sudah akan memulai dengan Ilmu Hok-te Sin-kun, maka dia ingin mendemonstrasikan kehebatan ilmu ini untuk membikin gentar hati Sin Liong.

Dia cepat berjungkir balik dan tindakannya ini membuat dia tidak dapat melihat betapa Sin Liong telah membantu lontaran batu oleh Bi Cu itu dengan dorongan tenaga sinkang-nya. Kini batu meluncur cepat ke arah Han Houw yang sudah berjungkir balik. Pangeran itu tiba-tiba menggerakkan kedua kakinya menyambut, dengan tendangan yang amat keras.

"Darrrrr...!" Batu besar itu hancur berantakan dan nampaklah debu mengepul tebal. Debu ini menghindari pandangan mata Sin Liong, sehingga dia tidak tahu betapa ketika kedua kaki Han Houw itu menyambut batu dan menendangnya hancur, tubuh pangeran itu pun terdorong sampai kedua kakinya hampir rebah menyentuh tanah!

Pangeran itu terkejut bukan main. Tak pernah disangkanya bahwa ‘pemuda remaja’ yang membantu Sin Liong itu memiliki tenaga lontaran yang demikian kuatnya! Maka gentarlah hatinya. Melawan Sin Liong saja masih belum tentu dia menang, apa lagi kalau Sin Liong dibantu oleh seorang kawan yang demikian tangguh pula. Kalau dia maju dikeroyok dua, agaknya sukar baginya untuk menang dan kalau kalah sungguh amat memalukan. Maka dia lalu melompat pergi, mengandalkan keremangan cuaca dan tebalnya debu. Dari jauh dia ‘mengirim’ suara melalui khikang,

"Sin Liong, lain kali kita lanjutkan pertandingan ini!"

Sin Liong tentu saja tidak menjawab dan juga tidak mengejar, hatinya merasa lega bukan main dan dia mengusap keringat dari leher serta dahinya, mempergunakan ujung lengan bajunya. Bi Cu menghampirinya dan memegang lengannya. Sejenak mereka hanya saling berpandangan di antara keremangan senja yang mulai terganti oleh malam.

"Aihhh... Sin Liong, tidak kusangka... engkau ternyata memiliki ilmu kepandaian silat yang hebat!" akhirnya Bi Cu berkata dan suaranya terdengar gemetar, mukanya agak pucat dan napasnya memburu.

Sin Liong tersenyum dan menyentuh pundaknya. "Kau kenapakah?"

"Aku tadi menonton dari balik pohon, wah, bukan main gelisah hatiku. Ingin membantu namun tak mungkin, kalian bertanding sedemikian cepatnya sehingga untuk melihat mana engkau dan mana lawanmu pun tidak mungkin bagiku. Aku... aku sudah siap dengan batu itu, kemudian kulihat dia meloncat mundur. Nah, baru aku berani menyambitkan batu itu sekuat tenagaku."

"Dan kau berhasil mengusirnya, Bi Cu. Sekarang ini, engkaulah yang menolongku!" Sin Liong berkata. 

"Hemm, jangan kau berpura-pura lagi. Aku sudah menyaksikan betapa engkau melawan musuh dan engkau hebat, aku malah tak mampu mengikuti gerakanmu. Dan lontaranku tadi, entah bagaimana, batu itu sangat berat dan aku merasa khawatir tidak akan dapat mencapainya. Dan dia begitu hebat, Sin Liong... hiiih, ngeri aku melihat betapa dia yang berjungkir balik mampu menghancurkan batu sebesar itu. Aku tahu bahwa kepandaianku tidak ada seperseratusnya orang itu, jadi tak mungkin dia lari karena aku. Sin Liong, siapa sih dia?"

"Apa kau tidak mengenalnya? Dia itu Pangeran Ceng Han Houw..."

"Ah...! Begitu lihaikah dia? Cuaca remang-remang dan dia bergerak sedemikian cepatnya sehingga aku tidak dapat mengenalnya. Berbeda dengan engkau. Hanya melihat sebuah tanganmu atau sebuah kakimu yang kadang-kadang nampak di antara bayangan kalian yang menjadi satu saja sudah cukup bagiku untuk mengetahui bahwa di antara dua orang yang bertanding itu adalah engkau. Engkau hebat sekali, Sin Liong..."

"Sudahlah, buktinya kalau tidak ada engkau, belum tentu aku sanggup mengalahkan dan mengusir dia. Mari kita cepat pergi dari sini. Dengan adanya orang seperti dia di sini, kita tidak akan pernah aman kalau belum pergi sejauhnya dari dia." Sin Liong lalu mengambil bungkusan roti dan sebotol arak, juga pakaian untuk Bi Cu yang tadi ditaruhnya di bawah pohon. "Ini makanan kita, kita makan sambil berjalan saja, dan ini pakaian serta sepatu untukmu, Bi Cu."

"Kau... baik sekali, Sin Liong, terima kasih..."

Akan tetapi Sin Liong yang masih tetap mengkhawatirkan kalau-kalau Han Houw muncul dan mengganggunya lagi, langsung mengajak Bi Cu melanjutkan perjalanan, menyusup makin dalam di hutan itu dan karena tadi Han Houw lari ke timur, maka dia pun mengajak Bi Cu lari ke barat. Dia baru saja datang dari dusun di sebelah barat, maka dia sudah agak mengenal jalan dan biar pun cuaca menjadi semakin gelap, dapat juga mereka maju sampai akhirnya mereka tiba di tepi hutan dan mereka terpaksa berhenti karena malam yang gelap telah tiba.

Mereka makan roti dan minum arak. Bi Cu menukar pakaiannya yang terlampau besar dengan pakaian yang diperoleh Sin Liong dari dalam dusun. Setelah berganti pakaian, dia mendekati Sin Liong yang membuat api unggun, duduk dan memandang pemuda itu.

"Sin Liong, bagaimana engkau bisa memilih pakaian yang begini pas ukurannya dengan tubuhku?" tanyanya sambil mengamati pakaian yang dipakainya itu di bawah cahaya api unggun, pakaian gadis petani yang sederhana, namun masih baru.

"Mudah saja, aku membelinya dari seorang gadis yang mempunyai bentuk tubuh seperti tubuhmu."

"Engkau memang pintar. Tapi sepatu ini. Bagaimana bisa pas sekali?"

"Aku... pernah memperhatikan kakimu, dan bayangan ukuran kakimu masih teringat jelas olehku sehingga mudah bagiku untuk mencarikan yang cocok."

"Eh, mengapa engkau memperhatikan kakiku?" tanya Bi Cu dengan polos, tanpa maksud apa-apa, hanya memang karena heran mendengar ada orang memperhatikan kakinya. "Kau maksudkan ketika kedua kakiku tidak bersepatu?"

"Kenapa, ya? Mungkin karena melihat kaki tidak bersepatu merupakan hal yang aneh dan kakimu... kakimu begitu mungil..."

"Ihh! Jangan ceriwis kau...!" Bi Cu kini menundukkan mukanya karena dia tidak sanggup menentang pandang mata Sin Liong dan ada perasaan aneh menyelinap di hatinya yang berdebar-debar.

"Kau bertanya, aku menjawab sejujurnya dan kau marah..."

"Sudahlah, aku mau tidur. Nanti tengah malam kau gugah aku, biar aku yang bergantian menjaga dan engkau tidur."

Akan tetapi tentu saja Sin Liong tidak pernah menggugahnya dan ketika pada keesokan harinya Bi Cu terbangun dari tidurnya, dia marah-marah.

"Mengapa engkau tidak mau menggugahku semalam? Kau membiarkan aku tidur pulas sampai pagi! Kau... kau sungguh kejam!"

"Aku...? Kejam...? Hee, apa maksudmu?" Sin Liong bertanya, merasa bingung karena tak mengerti apa yang menyebabkan Bi Cu mengatakannya kejam.

"Kau membiarkan aku tidur semalaman dan kau berjaga semalam suntuk, membikin aku sungguh merasa tidak enak hati, bukankah itu kejam?"

Sin Liong tercengang, lalu dia tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, aku kejam dan kau maafkan aku, Bi Cu."

Bi Cu menatap wajah pemuda itu, kemudian dia menghampirinya dan memegang kedua tangan Sin Liong. "Sin Liong, betapa jahatnya aku, ya? Betapa kurang penerimanya aku ini! Engkau sudah berjaga semalam suntuk, aku tidak berterima kasih malah memakimu kejam!"

Tentu saja Sin Liong menjadi semakin bingung, tetapi dia hanya senyum-senyum gugup saja.

"Ti... tidak, Bi Cu, kau tidak jahat."

"Kau heran mengapa aku marah dan menyebutmu kejam? Aku marah karena demi aku engkau menderita. Aku marah terhadap diriku sendiri yang tidur seperti mayat saja, tidak bisa bangun untuk menggantikanmu. Aku memang kejam karena memang engkau kejam, bukan kejam terhadap diriku melainkan kejam kepada dirimu sendiri. Ahh, kau maafkan aku, Sin Liong."

Senyum Sin Liong melebar, hatinya senang sekali. Bi Cu memang seorang dara istimewa! "Sudahlah, Bi Cu, tidak perlu dipersoalkan lagi urusan kecil ini. Sudah sepatutnya kalau aku yang berjaga, karena aku seorang laki-laki."

"Dan kepandaianmu hebat sekali. Aku mengerti sekarang, apa bila aku yang berjaga dan tiba-tiba muncul pangeran siluman itu, maka akan celakalah kita..."

"Hayo kita melanjutkan perjalanan, Bi Cu. Hatiku merasa tak enak sekali, karena aku tahu bahwa pangeran itu tentu tidak akan mau sudah begitu saja."

Mereka bangkit berdiri dan pada saat itu terdengar suara suitan-suitan di segala penjuru, disusul ramainya suara derap kaki manusia dan kuda yang banyak sekali! Wajah Bi Cu menjadi pucat dan dia sudah memegang tangan Sin Liong.

Pemuda ini merasa betapa tangan dara itu gemetar, maka dia segera menggenggamnya dan berbisik, "Jangan takut, ada aku di sini."

"Tapi... mereka itu... tentu pasukan pemerintah, pasukan yang besar jumlahnya!" Suara Bi Cu juga gemetar.

"Bi Cu, bukankah kita ada berdua? Mati hidup kita hadapi bersama, bukan?"

Ucapan ini seperti meniupkan api ke dalam semangat Bi Cu, membuat matanya langsung bersinar-sinar dan matanya kemerahan. Dia pun menggenggam keras tangan pemuda itu lantas dia pun berkata, "Engkau benar! Mari kita hadapi mereka! Aku akan mati dengan senyum kalau bersamamu Sin Liong!"

Ucapan dalam saat yang berbahaya itu amat menusuk perasaan Sin Liong, membuat dia terdorong untuk merangkul kemudian mendekap kepala dara itu ke dadanya! Bi Cu juga mandah saja sehingga keduanya seolah-olah tenggelam ke dalam keadaan lain, ke dalam dunia lain dan tidak merasa sama sekali akan datangnya bahaya.

"Kejar, cari dan tangkap mereka!" Tiba-tiba terdengar suara yang sangat dikenal oleh Sin Liong. Suara itu adalah suara Ceng Han Houw, masih amat jauh namun sudah terdengar olehnya karena suara itu dikeluarkan dengan pengerahan tenaga khikang yang amat kuat sehingga bergema di seluruh hutan. Mereka berdua sudah berada di sebelah barat hutan.

Suara teriakan itu menyadarkan mereka berdua. Sin Liong cepat menggandeng tangan Bi Cu sambil menunjuk ke depan, ke arah utara. "Lihat, ke sanalah kita harus pergi!"

Wajah Bi Cu berubah pucat. "Tapi... itu adalah daerah pegunungan yang amat sulit, amat terjal dan penuh tempat liar. Lihat, dari sini pun nampak jurang-jurang dalam!"

"Justru itulah merupakan tempat yang amat baik untuk melarikan diri dan bersembunyi. Kalau ke barat, apa lagi melalui dusun-dusun dan tanah datar, sangat sukar untuk dapat menyembunyikan diri, lagi pula mereka mengejar dengan berkuda."

Bi Cu tidak membantah lagi dan dia lalu ikut berlari digandeng oleh Sin Liong menuju ke bukit di sebelah utara. Benar saja, daerah ini amat sukar untuk dilalui, baru naik sedikit ke lerengnya, mereka sudah harus berloncatan dari batu ke batu dan mendaki tebing-tebing yang sangat sukar karena selain terjal, juga tebing-tebing ini hanya terdiri dari batu-batu gunung yang kasar dan licin. Tidak ada jalan umum, bahkan tak ada jalan setapak di situ karena daerah liar ini tidak pernah dilalui manusia.

Melihat Bi Cu kesukaran untuk melalui tebing yang amat terjal itu, Sin Liong berkata, "Bi Cu, sebaiknya engkau kugendong saja. Marilah!"

Akan tetapi Bi Cu memandang ragu. "Tempat ini amat berbahaya, kenapa engkau justru mengambil jalan ini, Sin Liong?"

"Sengaja kuambil jalan ini agar para prajurit yang mengejar tidak dapat melaluinya. Paling banyak hanya pangeran sendiri saja yang dapat melanjutkan pengejaran, dan jika hanya ada seorang lawan saja, aku masih dapat menanggulanginya. Marilah, Bi Cu, jangan kau khawatir, mari kugendong agar lebih cepat kita dapat pergi."

Bi Cu menggeleng kepala dan memandang ke bawah, bergidik ngeri karena dia melihat betapa di sebelah bawah nampak jurang yang amat dalam!

"Tempat ini begitu berbahaya, berjalan sendirian saja sudah sangat sukar, apa lagi harus menggendongku! Tidak, aku tidak mau membikin kau terancam bahaya jatuh...!"

Sin Liong tersenyum lebar. Kembali dara itu menolak demi keselamatannya, bukan demi keselamatan dara itu sendiri! Dan hal ini amat menyenangkan hatinya.

Tiba-tiba saja terdengar suara berdesing dan nampak cahaya hitam berkelebat. Sin Liong terkejut, akan tetapi dia telah berhasil memukul benda hitam yang menyambar itu dengan tangannya dan benda itu ternyata adalah sepotong batu sebesar kepalan tangan yang meluncur dari bawah.

"Sin Liong, engkau hendak lari ke mana?!" Terdengar bentakan.

Pada saat Sin Liong menoleh, jauh di bawah sana dia melihat bayangan beberapa orang, sedangkan yang berteriak itu bukan lain adalah Ceng Han Houw! Ketika Sin Liong dapat mengenal empat orang lain yang datang bersama Han Houw, dia makin terkejut. Mereka itu adalah Kim Hong Liu-nio, Hai-liong-ong Phang Tek, Kim-liong-ong Phang Sun, beserta seorang yang berpakaian panglima! Ternyata ada lima orang pandai yang mengejarnya dan lemparan batu dari tempat sedemikian jauhnya namun masih dapat menyambarnya dengan sangat tepat dan cepat saja sudah membuktikan bahwa lima orang itu sungguh merupakan lawan yang amat berat.

"Celaka, mereka telah menemukan jejak kita!" Sin Liong berkata dan tanpa banyak cakap dia menyambar pinggang Bi Cu, diangkat serta dipanggulnya tubuh dara itu lalu dia pun berloncatan naik dengan cepatnya, seperti seekor monyet memanjat saja.

"Maaf, Bi Cu, tidak ada lain jalan!" katanya.

Bi Cu terbelalak, kemudian dia memejamkan mata saking ngerinya dibawa berloncatan secepat itu. Diam-diam dia merasa ngeri dan takut, akan tetapi juga kagum bukan main menyaksikan betapa cekatan dan hebat ilmu ginkang dari pemuda yang tadinya dia kira adalah Sin Liong yang dahulu, yang ilmu silatnya jauh di bawah tingkatannya karena dia sendiri sudah menjadi murid mendiang Hwa-i Sin-kai! Apa bila dia ingat betapa dia selalu hendak melindungi Sin Liong selama ini!

Kedua pipinya berubah merah dan dia pun lalu berbisik. "Sin Liong, biarkan aku berada di belakangmu saja, sehingga aku dapat merangkul kedua pundakmu dan kau tidak perlu memondongku dengan sebelah lengan."

Sin Liong merasa girang. Memang sebaiknya begitu sehingga dengan Bi Cu di belakang, dia dapat berlari lebih cepat, dan dapat mengandalkan kedua tangannya untuk membela diri kalau perlu. Maka dia berhenti, menurunkan Bi Cu kemudian dia menggendong Bi Cu di punggungnya.

Dara itu merangkul lehernya dari belakang sambil mempergunakan kedua kakinya untuk merangkul pinggangnya. Berdebar juga jantung Sin Liong merasakan betapa tubuh dara itu dengan hangat melekat di tubuh belakangnya, akan tetapi cepat dusirnya bayangan ini dan dia berlari terus. Akan tetapi lima orang pengejarnya mengerahkan ginkang mereka dengan secepatnya.

Tentu saja Sin Liong sama sekali belum mengenal daerah ini, dan dia terus memanjat puncak bukit itu dengan harapan akan dapat melarikan diri dari atas puncak itu ke daerah lain dan terbebas dari para pengejarnya. Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika akhirnya dia tiba di puncak bukit itu, puncak itu merupakan batu datar yang luasnya hanya beberapa tombak saja!

Puncak itu dikelilingi oleh jurang-jurang yang dalamnya tak dapat diukur lagi karena dari situ memandang ke bawah tidak kelihatan dasarnya, hanya nampak tonjolan batu-batu di sepanjang tebing itu seolah-olah sekeliling puncak itu yang ada hanya mulut maut yang terbuka lebar!

Jalan naik satu-satunya hanya melewati jalan yang digunakannya tadi, dengan memanjat melalui dinding batu-batu bertumpuk-tumpuk. Dari puncak itu tak mungkin bisa melarikan diri ke lain tempat, kecuali kembali lagi melalui jalan tadi! Padahal, ketika dia menengok ke bawah, dia melihat Han Houw dan empat orang temannya sudah mulai medaki puncak itu!

"Wah, tidak ada jalan lari lagi!" katanya kepada Bi Cu yang menjadi pucat dan merasa khawatir sekali. "Satu-satunya jalan hanyalah melawan mereka. Bi Cu, jangan khawatir, aku akan melawan mereka mati-matian. Belum tentu aku akan kalah oleh mereka. Kurasa di antara mereka, yang terlihai adalah Pangeran Ceng Han Houw. Kau jangan ikut-ikut, kau tunggulah saja di sudut sana, berlindung di balik batu itu."

"Tapi... tapi... aku harus membantumu!"

"Bi Cu, terus terang saja, tingkat kepandaianmu masih jauh sekali selisihnya dengan ilmu kepandaian mereka. Sekali maju, berarti engkau menyerahkan nyawa untuk mati sia-sia. Apa artinya lagi aku melawan bila sampai engkau menyerahkan nyawa dan mati konyol? Tidak, Bi Cu. Kau sembunyi di balik batu itu dan aku akan melawan mereka mati-matian."

"Kalau kau kalah...?"

Sin Liong menggerakkan pundak. "Yah, yang ada hanya menang atau kalah. Kalau aku kalah dan tewas..."

"Aku akan mati bersamamu, Sin Liong!" seru Bi Cu.

"Aku tak akan kalah, akan tetapi kau penuhilah permintaanku, jangan kau keluar dari balik batu itu. Maukah kau berjanji?" Sin Liong memegang kedua pundak dara itu.

Karena dia maklum bahwa menghadapi lima orang itu benar-benar merupakan penentuan mati hidupnya dan dia meragu untuk dapat menangkan mereka berlima, saat memegang kedua pundak dara itu dia merasa bahwa seolah-olah dia tengah berpamit untuk berpisah, perpisahan terakhir dan selamanya!

Hal ini menimbulkan keharuan hatinya, maka dia lalu menunduk dan mencium dahi yang halus dan basah karena peluh itu. Bi Cu memejamkan matanya, merangkul dan terisak, kemudian dia melepaskan diri dan berlari ke sudut tanah atau batu datar itu, bersembunyi di balik sebuah batu besar yang berada di sudut.

Legalah hati Sin Liong. Kalau dia menang itulah yang dlharapkannya. Akan tetapi andai kata dia kalah dan tewas, dia masih mempunyai harapan mudah-mudahan mereka tidak melihat Bi Cu dan dara itu akan ditinggalkan dan akan dapat lolos dari tempat itu dengan selamat. Dia lalu menanti dan berdiri tegak, sikapnya tenang sekali.

Tidak terlalu lama dia menanti. Ceng Han Houw muncul dengan lompatan terakhir ke atas puncak batu datar itu, muka dan lehernya penuh keringat sebab pengejaran tadi dilakukan dengan sekuat tenaga dan memang pendakian puncak itu amat melelahkan. Akan tetapi wajahnya berseri dan sepasang matanya bersinar-sinar pada saat dia melihat Sin Liong berada di situ. Tadinya dia sudah khawatir pemuda itu dapat meloloskan diri.

Dekat di belakangnya muncul pula Kim Hong Liu-nio, wanita yang masih tetap nampak muda den cantik sekali itu. Kayu papan berbentuk salib masih ada juga di punggungnya. Sesudah kematian Lee Siang, pria pertama yang dicintanya, dia memakai lagi papan itu untuk membasmi keluarga Cia, Yap dan Tio, terutama keluarga Cin-ling-pai, bukan hanya untuk membalas musuh-musuh gurunya sekarang, namun juga untuk membalas kematian kekasihnya itu.

Kemudian muncul pula tiga orang pembantu Han Houw itu, yaitu Lam-hai Sam-lo yang kini hanya tinggal dua orang lagi, yaitu Hai-liong-ong Phang Tek den Kim-liong-ong Phang Sun, karena orang ke tiga dari Lam-hai Sam-lo, yaitu Hek-liong-ong Cu Bi Kun, dulu telah dibunuh oleh Han Houw sendiri ketika pangeran ini hendak ‘melindungi’ Sin Liong.

Mereka berlima berdiri berhadapan dengan Sin Liong, bagaikan lima ekor harimau yang menghadapi seekor kelinci yang sudah tidak dapat melarikan diri lagi. Han Houw tertawa.

"Ha-ha-ha-ha! Liong-te, tidak kau sangka, ya? Engkau terjebak di tempat ini, sama sekali tidak ada jalan keluar!" Pangeran itu memandang ke sekelilingnya, kemudian kepada Sin Liong lagi dengan wajah berseri membayangkan kemenangan.

"Pangeran, engkau dahulu yang minta kepadaku untuk menjadi saudara angkat, bahkan hingga sekarang pun engkau masih menyebutku adik Liong. Akan tetapi sekarang engkau mengejar-ngejarku, selalu menggangguku, bahkan menghendaki nyawaku. Apa artinya semua ini?" Pertanyaan ini diajukan oleh Sin Liong karena memang dia penasaran, bukan dengan maksud untuk minta dikasihani.

Mendengar pertanyaan ini, pangeran itu tertawa lagi. Agaknya dia tidak ingin cepat-cepat menyerang Sin Liong, tidak ingin cepat-cepat menghabisi korbannya itu, bagaikan seekor kucing ingin lebih dulu mempermainkan sang tikus sebelum diterkam, untuk memuaskan hatinya.

Dia sudah begitu pasti bahwa sekali ini pemuda yang merupakan lawan amat tangguhnya itu tidak akan dapat lolos lagi. Dia sendiri, walau pun belum tentu kalah oleh Sin Liong, namun mungkin mengalami kesukaran merobohkan adik angkatnya itu, apa lagi kalau Sin Liong dibantu oleh orang pandai. Akan tetapi kini di situ terdapat suci-nya, dua orang dari Lam-hai Sam-lo yang pandai, dan seorang panglimanya yang cukup tangguh.

Sin Liong tak dapat lari ke mana-mana lagi, karena puncak itu ternyata merupakan jalan buntu! Dan pembantu Sin Liong yang pandai semalam itu agaknya kini sudah tidak ada lagi.

"Sin Liong, dua pertanyaanmu itu sudah demikian jelas, perlukah kujelaskan lagi? Akan tetapi biarlah, supaya jangan sampai engkau mati penasaran sehingga arwahmu menjadi setan, dengarkan baik-baik. Aku mengangkatmu menjadi adik adalah karena aku tertarik melihat keberanianmu, tertarik terutama sekali melihat ilmu silatmu hingga aku juga ingin sekali mempelajarinya. Di dalam hal ini aku berhasil, bahkan aku mewarisi ilmu-ilmu dari suhu yang lebih ampuh dibandingkan ilmu-ilmu yang kau kuasai. Kemudian, kenapa aku mengejar-ngejarmu dan ingin membunuhmu? Jelas pula! Engkau adalah putera dari Cia Bun Houw, cucu dari ketua Cin-ling-pai. Ini saja sudah cukup bagiku untuk menangkap atau membunuhmu karena engkau adalah keturunan pemberontak yang dikejar-kejar oleh pemerintah. Kemudian, engkau menjadi penghalang bagiku untuk mencapai gelar jagoan nomor satu di dunia dan gelar Pendekar Lembah Naga. Oleh karena itulah maka engkau harus mati, Sin Liong. Dan dalam persoalan ke dua ini pun aku berhasil, karena sekarang ini engkau sudah tersudut dan tidak akan mampu lari lagi! Ha-ha-ha!"

"Manusia she Cia, telah kupersiapkan hio untuk menyembahyangi arwahmu!" terdengar Kim Hong Liu-nio berkata halus, akan tetapi di dalam suaranya itu terkandung kekejaman yang amat mengerikan dan mendirikan bulu roma.

"Bocah setan, engkau harus membayar nyawa saudara kami Hek-liong-ong!" terdengar Phang Tek orang pertama dari Lam-hai Sam-lo berkata, sedangkan Kim-liong-ong Phang Sun yang tetap bertelanjang tubuh bagian atas itu menyeringai saja.

Mendengar ini, Sin Liong mengerutkan alisnya lalu memandang kepada Han Houw, akan tetapi pangeran itu hanya tersenyum-senyum saja. Tahulah dia bahwa pangeran itu telah bertindak curang, mengabarkan kepada dua orang dari Lam-hai Sam-lo itu bahwa dialah yang membunuh Hek-liong-ong, padahal jelas bahwa pembunuhnya adalah pangeran itu sendiri.

Akan tetapi, dia tahu bahwa membantah pun tidak akan ada gunanya. Dua orang kakek itu tentu lebih percaya kepada sang pangeran dari pada kepadanya, maka dia pun diam saja dan hanya sepasang matanya makin mencorong penuh kegeraman.

"Cia Sin Liong, aku harus menangkapmu sebagai pemberontak yang buron!" panglima yang bertubuh tinggi besar itu membentak pula.

Pada saat itu pula terdengar sedikit suara di balik batu besar dan semua mata ditujukan ke sana. Ternyata Bi Cu yang tadinya bersembunyi tanpa bergerak, mendengar semua ucapan itu menjadi sedemikian kagetnya sehingga tak tertahankan lagi dia bergerak untuk mengintai.

Hati siapa yang tidak akan menjadi terkejut mendengar bahwa Sin Liong, pemuda yang di waktu kecilnya terlunta-lunta itu adalah cucu dari ketua Cin-ling-pai yang namanya sudah menggetarkan langit dan bumi? Mendengar kenyataan yang amat mengejutkan sekaligus mengherankan ini membuat dia merasa bangga akan tetapi juga sangat khawatir akan keselamatan Sin Liong, maka dia bergerak dan hendak mengintai. Tak disangkanya, lima orang yang datang mengancam Sin Liong kesemuanya adalah orang-orang yang sudah mempunyai ilmu sedemikian tingginya sehingga sedikit gerakannya itu saja sudah dapat ditangkap oleh pendengaran mereka!

"Chan-ciangkun, kau tangkap orang di belakang batu itu!" Han Houw berseru keras.

"Baik, pangeran!"

Panglima she Chan itu bertubuh tinggi besar, berkulit hitam dan sepasang matanya lebar. Dalam pakaian perang itu dia nampak gagah perkasa seperti tokoh cerita Sam-kok yang bernama Thio Hwi. Agaknya dia gembira menerima perintah ini, seolah-olah memperoleh kesempatan untuk memperlihatkan kepandaian dan membuat jasa.

Sementara itu, ketika mendengar perintah ini, tahulah Bi Cu bahwa dia sudah ketahuan dan percuma saja bersembunyi terus. Dia tidak takut karena memang tadinya dia tidak ingin bersembunyi, melainkan hendak menghadapi bencana di samping Sin Liong! Apa lagi sekarang dia telah mengetahui bahwa Sin Liong adalah keturunan Cin-ling-pai, maka hatinya menjadi semakin besar dan tidak takut mati!

Muncullah dara itu dari balik batu besar dan melihat dara ini, Chan-ciangkun terbelalak dan merasa heran, bingung, juga kecewa. Mana mungkin dia, seorang panglima besar, seorang laki-laki gagah perkasa, harus menghadapi seorang dara remaja seperti itu?

Sedangkan Pangeran Ceng Han Houw juga terkejut, kemudian tertawa bergelak sesudah mengenal gadis itu. "Ha-ha-ha, Cia Sin Liong yang terkenal sebagai pria alim itu ternyata secara diam-diam di mana-mana disertai wanita cantik! Tangkap dia, Chan-ciangkun!"

Karena perintah itu diulangi, terpaksa Chan-ciangkun cepat menubruk ke depan hendak menangkap Bi Cu. Karena gerakannya memang cepat sekali, maka sekali sambar saja dia sudah berhasil menangkap pergelangan tangan kiri Bi Cu.

"Kerbau bau, lepaskan aku!" bentak Bi Cu dan tangannya bergerak menampar.

"Plakk!" Pipi yang lebar dari panglima itu sudah kena ditampar oleh tangan kanan Bi Cu.

Tentu saja Chan-ciangkun menjadi marah bukan kepalang. Dia dimaki kerbau busuk dan bahkan pipinya ditampar oleh bocah ini!

"Perempuan liar kau!" Tangannya bergerak dan muka Bi Cu sudah ditamparnya sehingga Bi Cu terpelanting dan untung tubuhnya menabrak batu besar, kalau tidak tentu dia akan terguling ke dalam jurang yang berada di dekat batu besar itu!

"Keparat!" Tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu Sin Liong sudah tiba di depan si panglima yang sudah hendak mengejar kembali, entah untuk memukul lagi atau menangkap.

Melihat pemuda itu sudah berada di depannya, Chan-ciangkun yang marah dan merasa malu itu menimpakan kemarahannya kepada Sin Liong dan memang dia ingin membuat jasa, maka dia pun langsung menghantamkan kedua tangan secara bertubi-tubi ke arah kepala dan perut Sin Liong. Serangannya ini cepat dan amat kuatnya karena memang dia seorang ahli gwa-kang (tenaga luar) yang telah melatih kedua lengannya hingga menjadi matang biru dan luar biasa kerasnya.

Akan tetapi, Sin Liong yang sudah marah sekali melihat betapa Bi Cu ditampar oleh pria ini, sudah menggerakkan kedua lengan menyambar sambil mengerahkan tenaga Thian-te Sin-ciang.

"Krekk! Krekk!"

Panglima Chan mengeluarkan rintihan yang bercampur teriakan kaget. Dua pergelangan lengannya patah ketika bertemu dengan lengan pemuda itu dan selagi dia terbelalak itu Sin Liong sudah menggerakkan tangan menampar dengan punggung tangan kiri.

"Desss…!"

Tubuh perwira tinggi itu terpelanting lantas terbanting keras. Dia tidak dapat bangun lagi karena sudah pingsan setelah terkena tamparan keras yang membuat tulang rahangnya retak-retak itu!

Akan tetapi, pada saat itu, Han Houw dan tiga orang temannya sudah berlompatan dekat dan pada waktu Sin Liong merobohkan Chan-ciangkun, atas isyarat Han Houw, mereka berempat secara berbareng telah melakukan serangan yang amat dahsyatnya kepada Sin Liong!

Han Houw yang sudah maklum akan kelihaian adik angkat itu, sudah berjungkir balik dan menggunakan ilmu Hok-te Sin-kun, kepalanya menjadi kaki dan kedua kakinya mengirim tendangan-tendangan aneh dibantu oleh kedua tangan yang melakukan pukulan-pukulan jarak jauh dari bawah. Sementara itu, Kim Hong Liu-nio sudah menyerang pula dengan sabuk merahnya, melakukan totokan ke arah sembilan jalan darah terpenting dari tubuh lawan bagian depan secara bertubi-tubi.

Hai-liong-ong Phang Tek yang bermuka hitam sudah menerjang dengan pedangnya yang ganas, dengan Ilmu Pedang Liong-jiauw Kiam-sut, ada pun si kecil pendek Kim-liong-ong Phang Sun telah mengandalkan ginkang-nya, meloncat tinggi lantas menyerang dari atas mempergunakan pukulan dengan tangan kirinya yang bergelang emas tebal! Dalam satu gebrakan ini Sin Liong menghadapi empat lawan yang menyerangnya sekaligus, masing-masing menggunakan serangan yang amat berbahaya dan dahsyat!

Tentu saja Sin Liong terkejut sekali. Dia sudah mengisi kedua lengannya dengan tenaga Thian-te Sin-ciang yang membuat kedua lengan itu kebal terhadap senjata tajam. Sinar merah sabuk Kim Hong Liu-nio ditamparnya dengan jari tangan sehingga ujung sabuk itu membalik, lantas pedang Hai-liong-ong Phang Tek dan pukulan Kim-liong-ong Phang Sun ditangkisnya pula dengan kedua tangannya sehingga membuat pedang itu menyeleweng dan Phang Sun yang tertangkis pukulannya itu mencelat ke belakang.

Akan tetapi, pada saat itu kedua kaki Han Houw sudah melakukan tendangan-tendangan aneh dalam keadaan jungkir balik! Sin Liong cepat menggunakan kedua tangannya untuk menangkis dan mengelak, dan dia merasa betapa dari kedua kaki itu menyambar hawa yang aneh dan kuat bukan main. Tahulah dia bahwa ilmu ini aneh sekali.

Selagi dia hendak menggunakan ilmu Hok-mo Cap-sha-ciang, tiga orang yang lain telah menerjangnya lagi. Maka sibuklah Sin Liong mengelak dan menangkis. Pada saat itu Han Houw mengeluarkan suara nyaring melengking lantas tubuhnya yang berjungkir balik itu kembali menerjang maju. Kakinya bergerak aneh ke arah Sin Liong yang sedang sibuk menghadapi serbuan tiga orang lihai itu.

Sekali ini Sin Liong menjadi sibuk juga, jalan satu-satunya hanya meloncat ke belakang, akan tetapi di belakangnya, hanya sejauh satu tombak, adalah jurang yang amat dalam. Maka terpaksa sekali dia menangkis lagi, berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang, lalu dia membentak dengan suara keras, kedua tangannya didorongkan ke depan, sekaligus menangkis serangan empat orang itu. Hawa yang sangat dahsyat menyambar dari kedua telapak tangannya, menangkis semua serangan itu.

Terjadilah pertemuan tenaga yang amat dahsyatnya dan akibatnya, tubuh Han Houw yang berjungkir balik itu terlempar seperti layang-layang putus talinya, juga Kim Hong Liu-nio terhuyung ke belakang, dan kedua orang Lam-hai Sam-lo itu terjengkang dan bergulingan, mereka seperti dilanda angin taufan yang amat kuat. Akan tetapi, menghadapi gempuran tenaga empat orang yang disatukan itu, Sin Liong sendiri terlempar ke belakang dan tak dapat dihindarkan lagi tubuhnya melayang ke dalam jurang!

"Sin Liong, aku ikut...!" Bi Cu menjerit, meloncat ke tepi jurang lalu tanpa ragu-ragu lagi dia meloncat turun! Karena dia meloncat dengan mempergunakan tenaga, maka tenaga loncatan itu menambah cepatnya tenaga luncuran tubuhnya sehingga dia dapat menyusul tubuh Sin Liong.

"Bi Cu...!" Sin Liong yang jatuh dalam keadaan telentang itu berteriak kaget melihat tubuh Bi Cu juga jatuh menyusulnya.

Empat orang itu merangkak bangun dan berlari ke tepi jurang. Melihat tubuh kedua orang itu meluncur turun dengan amat cepatnya, kematian tak dapat disangsikan lagi pasti akan menyambut mereka berdua di bawah sana. Pangeran Ceng Han Houw tertawa bergelak sambil memandang langit.

"Ha-ha-ha! Selamat jalan, Cia Sin Liong! Ha-ha-ha, sekarang akulah Pendekar Lembah Naga! Inilah Pendekar Lembah Naga!" Han Houw menepuk-nepuk dadanya sendiri sambil tertawa-tawa.

Baru sekarang terasa benar bahwa betapa sesungguhnya dia amat membenci Sin Liong, semenjak permulaan. Benci yang timbul karena iri hati. Meski pun dia seorang pangeran, namun dia iri melihat betapa pemuda itu demikian gagah berani, demikian jujur, demikian setia, dan keturunan dari para pendekar besar dari Cin-ling-pai pula. Dia merasa iri, apa lagi setelah dia tahu bahwa Sin Liong mewarisi ilmu-ilmu yang amat tinggi!

Kini satu-satunya saingan baginya telah lenyap! Dia selalu merasa rendah diri kalau dekat dengan Sin Liong! Pemuda itu begitu alim, tidak dapat digoda nafsu birahi, begitu tenang dan dapat menguasai perasaan dan keadaan. Kini telah tiada, telah hancur lebur di dasar jurang yang tak nampak itu…..

********************

Halo Cianpwee semuanya, kali ini siawte Akan open donasi kembali untuk operasi pencakokan sumsum tulang belakang salah satu admin cerita silat IndoMandarin (Fauzan) yang menderita Kanker Darah

Sebelumnya saya mewakili keluarga dan selaku rekan beliau sangat berterima kasih atas donasinya beberapa bulan yang lalu untuk biaya kemoterapi beliau

Dalam kesempatan ini saya juga minta maaf karena ada beberapa cersil yang terhide karena ketidakmampuan saya maintenance web ini, sebelumnya yang bertugas untuk maintenance web dan server adalah saudara fauzan, saya sendiri jujur kurang ahli dalam hal itu, ditambah lagi saya sementara kerja jadi saya kurang bisa fokus untuk update web cerita silat indomandarin🙏.

Bagi Cianpwee Yang ingin donasi bisa melalui rekening berikut: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan), mari kita doakan sama-sama agar operasi beliau lancar. Atas perhatian dan bantuannya saya mewakili Cerita Silat IndoMandarin mengucapkan Terima Kasih🙏🙏

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar